3 Mantan Menteri Ketenagakerjaan Siap Diperiksa oleh KPK

, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki kesempatan untuk mengundang ketiganya yang pernah menjadi pemimpin sebagai saksi. menteri ketenagakerjaan pada situasi penyuapan dalam proses perizinan tenaga kerja asing Di Kemenaker yang berlangsung sejak tahun 2012 ini. "Memperdalam pemeriksaan mengenai tuduhan pemerasan terkait Perencanaan Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PP-TKA) di Kementerian Ketenagakerjaan," ujar Jurubicara KPK Budi Prasetyo saat berada di gedung bernama Merah Putih milik KPK, Jakarta Selatan, pada hari Rabu tanggal 11 Juni 2025.

Berikut ini adalah tiga mantan menteri tenaga kerja yang memiliki peluang untuk dihadirkan untuk pemeriksaan: Muhaimin Iskandar atau biasa disebut Cak Imin (masanya pada tahun 2009 sampai 2014), Hanif Dhakiri (menjabat dari tahun 2014 hingga 2019) dan juga Ida Fauziyah (berkhidmat antara tahun 2019 sampai dengan 2024).

KPK Telah dilakukan pemeriksaan terhadap tiga staf khusus Menteri Ketenagakerjaan dari era Hanif Dhakiri serta Ida Fauziyah mengenai kasus dugaan suap RPTKA. Para penyidik telah mengeksaminasi mereka bertiga sebagai saksi untuk delapan orang yang diduga terlibat dalam penggeloadan izin tenaga kerja asing tersebut.

"Hari ini tim penyidik memanggil tiga mantan stafsus menteri ketenagakerjaan. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK," kata Budi pada Selasa, 10 Juni 2025.

Ketiga staf khusus itu adalah Caswiyo Rusydie Cakrawangsa, Risharyudi Triwibowo, dan Luqman Hakim. Caswiyo dan Risharyudi merupakan staf khusus pada era Ida Fauziyah, sedangkan Luqman Hakim pada era Hanif Dhakiri.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan delapan tersangka, yaitu berinisial SH, HYT, WP, DA, GTW, PCW, JMS, dan ALF. Pelaksana Harian Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo Wibowo mengatakan delapan tersangka itu terdiri atas para pejabat eselon I dan II, serta pelaksana di tingkat bawah. Mereka memanfaatkan celah dalam proses verifikasi dokumen tenaga kerja asing.

Budi menyebutkan bahwa para tersangka bekerja sama untuk menekuk uang dari pekerja asing dengan memanfaatkan posisi mereka saat pengurusan izin RPTKA di Ditjen Binapenta dan PKK Kemnaker.

Secara umum, menurut Budi, para tenaga kerja asing yang akan mengurus izin mengajukan permohonan secara daring lewat perusahaan agen. Pihak Kemnaker kemudian akan memverifikasi kelengkapan berkas permohonan tersebut.

Jika ada berkas yang kurang, kata Budi, seharusnya petugas memberitahukan kepada agen untuk memperbaikinya dalam waktu lima hari. Di sinilah kemudian pemerasan tersebut terjadi. Petugas mengalihkan proses verifikasi berkas dari jalur formal ke informal.

Mereka, kata Budi, menghubungi para agen itu melalui aplikasi perpesanan WhatsApp, bukan melalui sistem daring yang telah tersedia. Cara ini, dengan meminta sejumlah uang dengan dalih mempercepat atau memuluskan permohonan.

Agen yang menyediakan dana nantinya akan menerima notifikasi untuk mengumpulkan dokumen tambahan. Sementara itu, bagi para agen yang tidak membayar, proses pengajuan izin mereka bisa tertunda.

Budi menyebut bahwa petugas tidak menjelaskan kekurangan dokumen miliknya, gagal mengevaluasi dokumen tersebut, atau malah memperlambat proses selesainya permintaan sehingga pekerja asing terkena denda. Denda yang harus dibayar oleh pengaju ternyata sangat tinggi yaitu mencapai satu juta rupiah setiap harinya.

"Para agennya terpaksa mengeluarkan sejumlah uang. Jika enggan melakukannya, maka mereka akan dituntut dengan denda yang jauh lebih tinggi dari jumlah tersebut," ungkap Budi Sukmo di kantor KPK berwarna Merah Putih, Jakarta Selatan, pada hari Kamis, 5 Juni 2025.

Lebih baru Lebih lama