
, Jakarta Guru Besar dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran, Arief Anshory Yusuf, mengemukakan bahwa pihak berwenang perlu dengan cepat melakukan revisi. garis kemiskinan Indonesia. Apalagi, Bank Dunia telah menaikkan garis kemiskinan Internasional yang tadinya sebesar US$ 2,15 per kapita per hari meningkat menjadi US$ 3 per kapita per hari.
Jika diubah ke rupiah, ambang batas kemiskinan global ditambah dari awalnya sebesar Rp 35.064 menjadiRp 48.927 per orang per hari. Nilai tersebut mengacu pada anggapan dengan kurs sebesarRp 16.310 per dolar AS.
Adapun salah satu pemicu perubahan garis kemiskinan internasional oleh Bank Dunia ini adalah kenaikan garis kemiskinan nasional di 16 negara berpendapatan rendah.
Arief menganggap perubahan tersebut membuktikan bahwa memperbarui batas kemiskinan nasional adalah suatu keharusan. Ini disebabkan oleh fakta bahwa semakin makmurnya sebuah negeri akan mencerminkan pergantian perilaku konsumen. "Jadi, untuk Indonesia sendiri, angka ini belum diperbaharui selama 26 tahun," ungkapnya dalam percakapan tersebut. Tempo melewati panggilan telepon pada Minggu, 8 Juni 2025.
Anggota Dewan Ekonomi Nasional tersebut menyebutkan bahwa penyesuaian standar Bank Dunia telah menjadikan garis kemiskinan di Indonesia lebih dekat dengan ambang batas kemiskinan ekstrem. Saat ini, tingkat kemiskinan di Indonesia ditetapkan sebesar Rp 595.242 per individu setiap bulannya.
Sementara berdasarkan garis kemiskinan internasional terbaru, batas kemiskinan adalah sekitar Rp 545 ribu per orang per bulan. Artinya, kata Arief, standar kemiskinan Indonesia sangat dekat dengan median garis kemiskinan yang diadopsi negara-negara paling miskin di runia.
Menurut Arief, jika batas kemiskinan nasional tak diupdate, hal itu dapat mempengaruhi arah dari kebijakan ekonomi. "Jika keputusan ekonomi kita didorong oleh data yang menyesatkan tentang tingkat kemiskinan yang rendah, maka langkah-langkah perekonomian kita bisa salah jalur," katanya. proper ," katanya. Di samping itu, masyarakat akan merasa diabaikan karena data tersebut tidak mencerminkan situasi nyata yang mereka alami setiap hari.
Setelah Bank Dunia memperbarui standarnya untuk mengukur kemiskinan, tingkat kemiskinan ekstrim di Indonesia tahun 2024 naik menjadi mencapai 15,42 juta individu atau sekitar 5,5%. Namun, dengan menggunakan batas kemiskinan yang sebelumnya digunakan, jumlah warga negara yang berada di bawah garis kemiskinan ekstrim tercatat sebagai 3,56 juta orang atau kira-kira 1,26 %.
Pada sisi lain, menurut batas kemiskinan nasional yang sedang diberlakukan, BPS melaporkan bahwa angka kemiskinan di Indonesia pada bulan September tahun 2024 tercatat sebesar 8,57%, setara dengan kira-kira 24,06 juta orang.
Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti menyebutkan bahwa angka kemiskinan di Indonesia ditentukan dengan menggunakan metode Kebutuhan Dasar atau disingkat sebagai Cost of Basic Needs (CBN), yakni total nilai minimal rupiah yang dibutuhkan untuk menanggulangi keperluan pokok penduduk. "Dengan demikian, batasan kemiskinan yang dirumuskan oleh BPS bisa menjadi cerminan dari permintaan sebenarnya warga negara kita," jelas Amalia melalui pernyataan tertulis pada hari Jumat, tanggal 2 Mei 2025.