Iran Diprediksi Tegas Menolak Rencana Perjanjian Nuklir Donald Trump

FRAKSI RAKYAT, JAKARTA - Pemerintah Iran akan menolak tawaran dari Presiden AS tersebut Donald Trump terkait upaya mengakhiri sengketa nuklir Sejalan dengan proposal yang dinilai sebagai "sesuatu yang mustahil".

Iran menganggap tawaran Amerika Serikat tidak bisa memenuhi kebutuhan Teheran atau meredam posisi Washington tentang penambahan kandungan uranium.

Dilaporkan oleh seorang diplomat berpengalaman yang dekat dengan kelompok negosiator Iran. Reuters Pada hari Selasa (3/6/2025), disampaikan bahwa Iran saat ini merumuskan respons negatif atas proposal dari Amerika Serikat, yang bisa ditafsirkan sebagai penolakan terhadap tawaran tersebut.

Diplomat tersebut menyebutkan bahwa penilaian yang dilakukan oleh komite negosiasi nuklir Iran di bawah kendali Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei adalah tawaran Amerika Serikat tersebut bersifat unilateral dan tidak akan bisa memajukan kepentingan Teheran.

Dengan demikian, sang diplomat menyatakan bahwa Iran menilai proposal tersebut tak bisa diterima dan percaya bahwa mereka sediri mencoba menerapkan suatu perjanjian merugikan bagi Iran dengan cara menetapkan persyaratan yang berlebihan.

Rencana dari Amerika Serikat mengenai perjanjian nuklir terbaru dikirimkan kepada Iran minggu lalu oleh Menteri Luar Negeri Oman Sayyid Badr Albusaidi saat ia melakukan lawatan pendek ke Teheran. Ia berperan sebagai mediator dalam diskusi antara Teheran dengan Washington.

Setelah melalui lima ronde pembicaraan antara pejabat senior Iran Abbas Araqchi dengan perwira khusus dari Timur Tengah yang diutus oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yakni Steve Witkoff, sejumlah hambatan tetap ada. Salah satunya adalah ketidaksetujuan Iran atas permintaan AS supaya mereka bersumpah akan menangguhkan aktivitas pemurnian uranium serta penolakannya untuk mentransfer stok uraniumnya yang sudah diproses secara intensif ke negara asing, karena khawatir bisa digunakan dalam senjata nuklir.

Iran menyebutkan keinginannya memperoleh teknologi nuklir dengan maksud yang damai dan sudah lama menyangkal tudingan dari negara-negara Barat tentang upaya pengembangan senjata nuklir oleh mereka.

Dalam dokumen usulan ini, posisi Amerika Serikat tentang penguatan kekuatan nuklir di wilayah Iran tak berubah, dan tidak diberikan klarifikasi rinci mengenai pencopotan hukuman pembatasan, ungkap seorang pejabat diplomasi itu, yang enggan menyebut identitasnya lantaran kompleksitas permasalahan tersebut.

Saat itu pula, Araqchi menyampaikan bahwa Teheran berencana untuk dengan cepat memberi respons formal terhadap proposal yang disebutkan tersebut.

Adapun, Gedung Putih mendorong Iran untuk menerima kesepakatan tersebut. Juru bicara Gedung Putih Karoline Leavitt dalam sebuah pernyataan menuturkan, Presiden Trump telah menjelaskan bahwa Iran tidak akan pernah bisa memperoleh bom nuklir.

"Utusan Khusus Witkoff telah mengirimkan proposal yang terperinci dan dapat diterima kepada rezim Iran, dan mereka sebaliknya menerima itu demi kepentingan terbaiknya. Demi menghormati kesepakatan yang sedang berlangsung, Pemerintah tidak akan mengomentari rincian proposal tersebut kepada media," kata Leavitt.

Iran meminta agar seluruh batasan yang dipaksakan Amerika Serikat dikhapus dengan cepat karena hal tersebut merusak perekonomian negara mereka yang bergantung pada minyak. Sementara itu, Amerika Serikat menyebut bahwa sanksi-sanksi berkaitan senjata nuklir perlu dihilangkan secara bertahap.

Sejumlah puluhan institusi penting untuk perekonomian Iran, seperti bank sentral serta badan energinya, sudah dimasukkan ke dalam daftar sanksi sejak tahun 2018. Penempatan mereka di bawah blacklist ini disebabkan oleh penilaian Amerika Serikat bahwa entitas-entiti tersebut diduga mendukung aktivitas teroris atau menyebarkan senjata berbahaya.

Kebalikan dari tekanan yang diberikan Trump kepada Teheran mulai januari 2025 meliputi pemberian hukuman lebih berat dalam bentuk sanksi serta ancaman untuk melakukan serangan udara ke Iran apabila pembicaraan tidak membuahkan hasil kesepakatan.

Pada tahun pertamanya dalam jabatannya pada 2018, Trump mencabut perjanjian nuklir Tehran 2015 bersama enam negara lainnya dan menghidupkan kembali sanksi-sanksi yang merusak perekonomian Iran. Sebagai balasan, Iran meningkatkan aktivitas penambahan bahan bakar nuklir di luar ambang perjanjian itu.

Menurut perjanjian itu, Iran diwajibkan untuk menghentikan aktivitas nuklirnya yang bersifat sensitif sampai tahun 2018 sebagai ganti penerimaan relaksasi dari sanksi ekonomi Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Lebih baru Lebih lama