Bali.pikiran-rakyat.com - Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung) menyita uang tunai sebesar Rp 2 miliar dari tangan Hakim Djuyamto, yang saat ini berstatus sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap vonis lepas perkara ekspor Crude Palm Oil (CPO).
Djuyamto adalah Presiden Hakim di pengadilan kasus persetujuan ekspor CPO yang mencakup tiga perusahaan besar: Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group.
Casus ini mendapat perhatian besar dari masyarakat akibat vonis tak bersalah untuk para terdakwa, meskipun mereka awalnya dijerat dengan denda mencapai Rp 17 triliun.
Harli Siregar, Kapuspenkum Kejaksaan Agung, mengatakan bahwasanya dana tersebut telah dikirimkan dengan suka rela oleh pengacara yang mewakili Djuyamto ke pihak penegak hukum di dalam kompleks Gedung Bundar, Kejagungan, Jakarta.
"Kuasa hukum tersangka DJU menyerahkan dana sebesar Rp 2 miliar," demikian kata Harli berdasarkan pernyataan tertulis yang dirilis pada hari Kamis (12/6).
Harli pun menginginkan agar jalannya persidangan bisa dipercepat berkat keberadaan bukti baru itu.
Pada penyelesaian perkara ini, Kejaksaan Agung sudah mengidentifikasi delapan orang sebagai tersangka. Di antaranya ada dua pegiat hukum yaitu Ariyanto Bakri dan Marcella Santoso yang berasal dari pihak memberikan suap; sementara itu, perwakilan hukum dari Wilmar Group dihadirkan dalam bentuk Muhammad Syafei.
Selain Djuyamto yang merupakan salah satu pemberi suap, terdapat juga beberapa individu lain di sisi penerima suap. Ini meliputi Muhammad Arif Nuryanta, sebelumnya menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; Wahyu Gunawan, bekas Panitera Muda PN Jakpus; serta Agam Syarif dan Ali Muhtarom, keduanya adalah hakim dalam tim kasus CPO.
Muhammad Arif dituduh sebagai pelaku utama dalam pengaturan susunan anggota pengadilan serta menerima suap senilai Rp 60 miliar dari sebuah korporasi dengan bantuan Wahyu Gunawan.
Uang tersebut kemudian dibagi menjadi dua tahap. Sebesar Rp 4,5 miliar untuk "uang baca berkas"; dan Rp 18 miliar sebagai "uang vonis lepas". Djuyamto disebut-sebut menerima bagian sebesar Ep 6 miliar dari total suap tersebut.
Sebagai pengingat, dalam keputusan mereka, majelis hakim memastikan bahwa tindakan dari ketiga badan usaha itu telah dibuktikan, namun mereka menentukan bahwa tak ada elemen pelanggaran hukum korupsi.
Sebagai akibatnya, ketiganya diberikan pembebasan total dari semua tuduhan serta tidak ada kewajiban untuk membayar ganti rugi sebesar 17 triliun rupiah.