Makhluk Mikroskopis Penyelamat Ekosistem: RHODOBACTER sp

Artikel ini ditulis oleh Andri Rahmayanti, Mahasiswi Magister Sumberdaya Akuatik Universitas Jenderal Soedirman

LENSA BANYUMAS - Apa yang ada dibenakmu ketika mendengar nama Rhodobacter sp ? Apakah kamu sudah mengenalnya? Jika belum, mari berkenalan lebih dekat dengan Rhodobacter sp !

Mahkluk hidup berukuran mikroskopis ini merupakan jenis bakteri fotosintetik dari kelas Alphaproteobacteria . Rhodobacter berbentuk oval atau batang, ada yang bisa bergerak dan ada yang tidak. Bakteri ini dapat berkembang biak dengan cara membelah diri atau bertunas. Habitatnya adalah di perairan tawar, kolam limbah, danau eutrofik, dan tempat-tempat dengan cahaya cukup dan kadar oksigen rendah. Untuk tumbuh optimal Rhodobacter membutuhkan pH netral antara 6,5–7,5 dan suhu 30–35°C serta tumbuh lebih baik pada lingkungan air tawar.


Bakteri ini termasuk dalam kelompok bakteri non-sulfur ungu yang artinya dia dapat memanfaatkan berbagai jenis bahan organik dan anorganik untuk metabolismenya kecuali sulfur sebagai donor eletron utama dalam proses fotosintetis. Rhodobacter mengandung pigmen bakterioklorofil a dan karotenoid, sehingga dalam koloni, bakteri menghasilkan warna yang dipengaruhi oleh ketersedian cahaya dan oksigen. Bakteri yang tumbuh di bawah cahaya tanpa oksigen ( fototrofik ), memiliki warna kuning-hijau hingga cokelat sedangkan dalam kondisi ada oksigen ( aerobik ) berwarna merah muda hingga merah.

Seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan meningkatnya kegiatan atropogenik, hal ini selaras dengan banyaknya limbah yang dihasilkan dalam kehidupan setiap harinya. Limbah merupakan sisa atau buangan dari suatu proses (industri, domestik, pertanian, laboratorium, dan sebagainya) yang dapat mencemari lingkungan jika tidak ditangani dengan baik. Budidaya ikan secara intensif juga ikut andil dalam menyumbang limbah perairan yang berasal dari sisa pakan dan metabolisme ikan. Perairan merupakan tempat yang rentan tercemar oleh limbah. Kebutuhan akan teknologi pengelolaan air yang lebih canggih dan ramah lingkungan pun ikut meningkat.

Tujuan utama dari pengolahan air limbah adalah untuk menghilangkan zat-zat pencemar yang bisa merusak lingkungan dan mengganggu keseimbangan ekosistem jika dibuang langsung ke perairan. Penumpukan limbah pada dasar periaran menyebabkan penurunan kualitas air. Penggunaan bioteknologi berbasis mikroorganisme secara intensif dalam menangani limbah organik, sebagai agen pengendali hayati, sumber pakan alami, maupun agen fermentasi pakan, diharapkan dapat meningkatkan produktivitas sektor budidaya perikanan.

Bioremediasi adalah proses alami yang bertujuan untuk membersihkan limbah organik atau zat pencemar. Proses ini melibatkan mikroorganisme seperti bakteri, ragi (khamir), alga, dan jamur. Salah satu contohnya adalah penggunaan mikroorganisme untuk memperbaiki kualitas air, misalnya dengan mengurangi kadar amonia dan nitrit secara alami. Menggunakan mikroorganisme untuk membersihkan air limbah bisa menjadi cara yang lebih murah dibandingkan dengan sistem pengolahan air limbah biasa. Efektivitas metode ini bisa ditingkatkan jika digunakan mikroorganisme yang tepat, salah satu kelompok yang punya kemampuan ini adalah bakteri fotosintetik.

Rhodobacter dikenal sebagai bakteri dengan fleksibilitas metabolik yang tinggi, mampu bertahan dan tumbuh dalam berbagai kondisi lingkungan. Bakteri ini dapat memanfaatkan cahaya dan senyawa organik untuk tumbuh di lingkungan tanpa oksigen ( fotoheterotrof) , maupun menggunakan karbon dioksida dan zat anorganik seperti hidrogen atau sulfida untuk bertahan secara fotoautotrof . Bahkan dalam kondisi gelap, beberapa spesiesnya bisa hidup dengan cara kemoautotrof . Tak hanya itu, Rhodobacter juga mampu bernafas secara aerobik saat ada oksigen, dan beradaptasi secara anaerob melalui proses seperti denitrifikasi dan fermentasi. Kemampuan luar biasa ini menjadikan Rhodobacter sebagai kandidat unggulan dalam teknologi ramah lingkungan, termasuk bioremediasi air tercemar.

Menurut beberapa peneliti, Rhodobacter mampu menurunkan kadar ammonia dan nitrit pada lingkungan perairan. Amonia (NH₃) adalah senyawa yang terdiri dari nitrogen dan hidrogen, dan merupakan salah satu pencemar umum dalam air. Kehadirannya dapat menurunkan kualitas air dan membahayakan organisme akuatik. Amonia dalam kondisi anaerobik (tanpa oksigen) bersifat racun dan dapat mengganggu pertumbuhan serta kelangsungan hidup ikan. Selain itu, keberadaan amonia dalam jumlah tinggi juga berisiko menurunkan hasil produksi budidaya secara keseluruhan. Oleh karena itu, dilakukan bioremediasi untuk memulihkan kualitas air.

Peneliti berhasil membuktikan efektivitas bakteri Rhodobacter azotoformans EBN-7 dalam menurunkan kadar amonia pada air limbah budidaya udang. Bakteri ini dikembangkan dalam media sederhana dan menunjukkan pertumbuhan optimal dalam tiga hari, ditandai dengan perubahan warna menjadi merah. Saat diaplikasikan ke sampel air tambak, bakteri mampu menurunkan kadar amonia dari 0,27 mg/L menjadi 0,24 mg/L hanya dalam empat hari. Sementara itu, pada air tambak tanpa perlakuan, kadar amonia justru meningkat hingga lebih dari dua kali lipat. Temuan ini menunjukkan bahwa Rhodobacter azotoformans EBN-7 berpotensi sebagai solusi praktis untuk mengatasi pencemaran amonia di tambak udang secara efisien.

Penambahan bakteri Rhodobacter pada air sungai tercemar terbukti mampu menurunkan kadar amonia secara signifikan. Dalam penelitian terbaru, pemberian 1 ml suspensi Rhodobacter ke dalam 500 ml air sungai berhasil menurunkan kadar amonia dari 3,10 mg/L menjadi 0,83 mg/L hanya dalam delapan hari. Hasil ini menunjukkan bahwa bakteri tersebut memiliki potensi besar dalam memperbaiki kualitas air dan mengurangi pencemaran. Selain itu, penggunaan Rhodobacter juga dinilai dapat mendukung upaya pemulihan dan pelestarian ekosistem sungai secara alami dan berkelanjutan.

Bakteri Rhodobacter dikenal mampu memanfaatkan amonia sebagai sumber energi dan nitrogen untuk tumbuh. Amonia ini digunakan untuk membentuk protein dan komponen penting lainnya dalam tubuh bakteri. Menariknya, saat amonia tidak tersedia, beberapa spesies seperti R. capsulatus dan R. sphaeroides dapat " mengambil " nitrogen langsung dari udara melalui proses fiksasi nitrogen. Proses ini dilakukan dengan bantuan enzim nitrogenase , terutama dalam kondisi tanpa oksigen dan dengan pencahayaan cukup. Kemampuan unik ini menjadikan Rhodobacter sebagai agen biologis yang potensial untuk membantu mengurangi pencemaran amonia dan mendukung keseimbangan lingkungan.

Selain memanfaatkan amonia, bakteri Rhodobacter juga mampu menghilangkan nitrat dari lingkungannya. Dalam kondisi gelap dan tanpa oksigen, nitrat (NO₃⁻) secara bertahap diubah menjadi gas nitrogen (N₂) yang kemudian dilepaskan ke atmosfer. Proses ini membantu menurunkan kadar pencemaran nitrogen di perairan seperti kolam dan sungai. Beberapa spesies Rhodobacter bahkan bisa menggunakan nitrat sebagai sumber nitrogen alternatif jika amonia tidak tersedia. Kemampuan fleksibel Rhodobacter dalam memanfaatkan berbagai sumber nitrogen membuatnya sangat efektif untuk keperluan bioremediasi. Kemampuan ini memperkuat peran Rhodobacter sebagai solusi alami untuk menjaga kualitas air dan mendukung ekosistem yang lebih sehat.***

Lebih baru Lebih lama