
PULAU OBI. Sektor pertambangan mineral tanah air saat ini tengah mengalami kemajuan pesat. Keputusan untuk menerapkan hilirisasi mineral, yang melarang ekspor biji-bijian atau ore, telah mendorong perusahaan mendirikan smelter atau fasilitas pengolahan serta pemurnian bahan galian tersebut.
Harita Group pun tidak terkecuali, mereka telah berjanji untuk mengolah kembali nikel sejak Undang-Undang Minerba pada tahun 2009 melarang ekspor sumber daya mentah.
Berikut ini adalah informasinya: Pada tahun 2010, perusahaan memulai operasi penambangan nikel di Pulau Obi dengan mendapatkan Izin Usaha Pertambangan dari PT Trimegah Bangun Persada Tbk.
Kemudian pada tahun 2015 perusahaan mulai membangun smelter RKEF pertama dengan 4 lini produksi, berlanjut pada tahun 2016 perusahaan melakukan produksi perdana feronikel sebagai produk hilir dari nikel saprolit.
Pada tahun 2019, perusahaan mendirikan instalasi pengolahan nikel pertamanya di Indonesia menggunakan teknologi HPAL. Tahun berikutnya, yakni 2020, Pulau Obi ditetapkan sebagai bagian dari Kawasan Industri Nasional Obi dan diproyeksikan sebagai area strategis nasional.
Di tahun 2021, perusahaan menghasilkan untuk pertama kalinya MHP atau Campuran Presipitat Hidroksida yang dicampur sebagai bahan sementara dalam proses penambangan nikel jenis limonit.
Pada tahun 2023, pabrik pengolahan ketiga jenis bahan mentah logam mulia yang kedua resmi dioperasikan dengan delapan garis produksi. Kemudian, perusahaan ini mengekspor secara perdana produk nikel sulfat serta cobalt sulfat. Di samping itu, juga terjadi pelantikan saham publik untuk PT Trimegah Bangun Persada Tbk oleh perusahaan tersebut dalam periode yang sama tahun 2023.
Pada tahun 2024 perusahaan melakukan produksi perdana MHP produksi PT Obi Nickel Cobalt sebagai proyek HPAL kedua.
Dedy Amrin, Manajer Pengelolaan Lingkungan dan Peningkatan Bisnis di Harita Nickel, menyatakan bahwa Grup Harita mempunyai operasi penambangan dan pengolahan nikel yang saling terhubung dengan keseluruhan wilayah mencapai 11.550 hektar serta total cadangan dan sumberdayanya sebesar 301,9 miliar ton.
"Saat ini kami mempekerjakan 22.000 karyawan," kata dia dalam paparan saat kunjungan media ke Smelter Nikel Harita Group, Kamis (12/5).
Menurutnya, pabrik pengolahan dan pemurnian nikel jenis RKEF Harita Nickel, yaitu MSP, dimulai operasionalnya pada tahun 2016 dengan 4 baris produksi yang mampu memproses hingga 25.000 ton Ni per tahun. Kemudian diikuti oleh HJF pada tahun 2022 dengan peningkatan menjadi 8 baris produksi yang dapat menghasilkan sebanyak 95.000 ton Ni setiap tahunnya.
Pembangunan smelter ketiga, yaitu KPS, telah memasuki fase awal konstruksinya. Nantinya, di semester pertama tahun 2025, empat garis produksi (dengan kapasitas total 60.000 ton Ni per tahun) akan mulai beroperasi, sementara seluruh fasilitas yang memiliki dua belas garis produksi (total kapasitas mencapai 185.000 ton Ni setiap tahunnya) direncanakan untuk berfungsi sepenuhnya.
Pertumbuhan signifikan volume penjualan FeNi disebabkan oleh HJF (kapasitas penuh pada Agustus 2023). Volume penjualan pada FY 24 mencapai 126.344 ton Ni FeNi naik 25% YoY, di atas 5% dari total nameplate capacity.
Sementara itu, kata Dedy, fasilitas pemurnian HPAL milik Harita Nickel pertama kali mulai berproduksi pada tahun 2021, dengan 3 lini produksi (55.000 ton Ni/tahun), diikuti oleh ONC, yang sudah mencapai kapasitas maksimal pada Agustus 2024 dengan 3 lini produksi (65.000 ton Ni/tahun).
Pada HPAL, ONC (kapasitas penuh pada Agustus 2024) menjadi pendorong pertumbuhan penjualan MHP YoY. Penjualan HPL ONC pada FY24 mencapai 102.053 ton Ni, naik 68% YoY.
Volume penjualan HPAL di tahun fiskal 24 terdiri dari gabungan MHP dan NiSO4. Penjualan HPL mencapai 67.049 ton Ni, sementara itu untuk ONC adalah 35.004 ton Ni.
Dia menyebutkan bahwa perusahaan telah memulai produksi untuk tambang baru di PT GTS. Selain itu, perusahaan juga memiliki izin usaha pertambangan (IUP) lainnya di PT KTS, PT CKS, dan PT BJM. Izin usaha pertambangan terbaru ini akan dapat dieksploitasi hingga lebih dari 50 tahun.
"Sekarang, tambang yang bakal habis dalam empat tahun ke depan itu hanya akan diubah menjadi area industri nikel," jelasnya.