Kisah Haru Cewek Desa Ini Buktikan Ijazah Bukan Sekadar Kertas, tapi Tiket untuk Mimpi yang Sempat Mati

 Di sebuah aula sederhana yang berdiri di tengah Desa Pasir, Kecamatan Mempawah Hilir, suasana penuh haru menyelimuti pagi itu. Tangan-tangan gemetar menggenggam ijazah. Mata berkaca-kaca, sebagian bahkan meneteskan air mata. Bukan karena kesedihan, melainkan karena rasa syukur atas mimpi yang akhirnya terwujud. Salah satunya adalah Ayu Dya Shinta Bella.



Dengan senyum yang menahan tangis, Ayu maju ke depan, menerima secarik kertas yang selama ini terasa mustahil untuk ia genggam: ijazah setara SMA. Ia tidak sendiri. Ada 19 warga lainnya—dari ibu rumah tangga, buruh harian, hingga pemuda putus sekolah—yang bersama-sama menyelesaikan Program Kejar Paket C tahun ajaran 2024–2025.


“Dulu saya pikir sudah terlambat untuk melanjutkan pendidikan,” kata Ayu sambil memeluk erat ijazahnya. “Tapi ternyata tidak. Program ini membuka jalan baru buat saya dan banyak warga di desa kami.”


Ucapan Ayu seperti mewakili ribuan suara yang pernah tenggelam oleh keadaan—terpaksa putus sekolah, tak sempat menamatkan pendidikan karena ekonomi, atau sekadar kehilangan semangat di tengah jalan. Namun di Desa Pasir, harapan itu tidak pernah benar-benar mati. Ia hanya tertunda. Dan hari itu, ia kembali hidup.




Dari Balai Desa ke Harapan Baru


Program Kejar Paket C ini bukan sekadar rutinitas tahunan. Bagi Plt. Kepala Desa Pasir, Muhammad Amin, ini adalah bagian dari perjuangan panjang membangun manusia—bukan hanya infrastruktur.


“Saya merasa bangga dan terharu melihat semangat luar biasa dari kawan-kawan peserta,” ujar Amin saat memberikan sambutan. “Di tengah kesibukan, pekerjaan, bahkan keterbatasan, mereka tetap berjuang menyelesaikan pendidikan. Ini bukti nyata bahwa keinginan belajar bisa mengalahkan rintangan.”


Desa Pasir memang bukan kota besar. Tapi tekad mereka untuk mengangkat kualitas hidup melalui pendidikan begitu kuat. Di desa yang dihuni 7.687 jiwa ini, pemerintah desa bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Kabupaten menghadirkan program pendidikan kesetaraan—mulai dari Paket A (setara SD), Paket B (setara SMP), hingga Paket C (setara SMA).


“Kami tidak hanya menjalankan Paket C,” lanjut Amin. “Kami ingin setiap warga punya kesempatan yang sama untuk meraih masa depan yang lebih baik.”




Bukan Soal Ijazah, Tapi Tentang Dignitas


Bagi banyak orang, selembar ijazah mungkin hanya formalitas. Tapi di Desa Pasir, ijazah adalah simbol perjuangan. Ia adalah bukti bahwa harapan bisa hidup kembali, meski pernah terkubur. Ia menjadi jembatan bagi warga untuk melamar pekerjaan, melanjutkan kuliah, atau sekadar menyembuhkan luka masa lalu karena pernah gagal menyelesaikan pendidikan.


“Program ini bukan hanya soal ijazah,” tutup Amin. “Tapi tentang membuka kembali pintu harapan. Harapan yang mungkin sempat tertunda, tapi tidak pernah benar-benar padam.”




Satu Ijazah, Seribu Impian


Hari itu, bukan hanya Ayu yang menang. Seluruh desa ikut merasakan kemenangan. Anak-anak melihat orang tuanya kembali belajar. Para tetangga mulai percaya bahwa tidak ada kata terlambat untuk mencoba lagi. Dan desa ini pun mencatat satu langkah maju: membangun sumber daya manusia, mulai dari ruang kelas kecil di balai desa.


Dan siapa sangka, di balik program yang sederhana ini, lahir semangat luar biasa. Sebab bagi Ayu dan kawan-kawan, impian bukan untuk dilupakan—tapi untuk diperjuangkan kembali.


Lebih baru Lebih lama