
bali. , DENPASAR - Gubernur Wayan Koster menyampaikan usulan penting saat menerima kunjungan Komisi VII DPR RI di Jayasabha, Denpasar, Rabu (2/7).
Gubernur Koster menyampaikan sejumlah paparan untuk menjadi bahan masukan dalam pembahasan RUU Kepariwisataan yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Salah satunya, yakni harapan agar daerah yang menyumbang devisa dari sektor pariwisata mendapatkan timbal balik dari pemerintah pusat.
Bentuknya bisa insentif maupun lainnya yang memungkinkan.
"Dari 126 juta wisatawan di ASEAN, 13 juta mengunjungi Indonesia dan 6,33 juta di antaranya datang ke Bali .
Dari total devisa pariwisata nasional sebesar Rp 243 triliun, Rp 107 triliun atau sekitar 44 persen disumbangkan dari Bali.
Bahkan, kontribusi sektor pariwisata terhadap PDRB Bali mencapai 66 persen," ujar Gubernur Koster di depan rombongan Komisi VII DPR RI yang dipimpin Evita Nursanty Iqbal.
Oleh karena itu, Koster memberikan masukan agar ada norma dalam RUU Pariwisata yang mengatur daerah - daerah yang menjadi tujuan wisata dunia agar diberikan insentif.
“Bentuknya bisa berupa pembangunan infrastruktur, sarana prasarana strategis, dan kebutuhan lainnya yang sesuai dengan potensi, karakteristik dan kepentingan daerahnya," kata Koster.
Koster mengatakan sangat menjaga sektor ini karena dampaknya sangat besar.
Pariwisata harus ditingkatkan karena menjadi sumber utama pendapatan, membuka lapangan kerja, menurunkan angka kemiskinan, serta meningkatkan daya saing daerah.
"Sebagai daerah yang berkontribusi sangat besar terhadap devisa dari sektor pariwisata sekitar 44 persen, menurut saya sudah sepantasnya ada keberpihakan dan afirmasi dari pemerintah pusat.
Ini semua untuk menopang kepariwisataan di Bali agar berkualitas dan berkelanjutan," imbuh Gubernur Koster.
Gubernur Bali mengakui tak menutup mata terhadap berbagai persoalan yang dihadapi, seperti alih fungsi lahan pertanian menjadi akomodasi wisata.
Kemudian peningkatan volume sampah dan tekanan pada ekosistem lingkungan, ancaman krisis air bersih, kemacetan parah dan dominasi pelaku usaha asing yang mengurangi peluang lokal.
Belum lagi ketimpangan pembangunan antarwilayah, tingginya migrasi penduduk, minimnya infrastruktur transportasi public, dampak budaya asing serta menjamurnya usaha ilegal seperti penyewaan motor dan toko roti oleh WNA.
“Masalah ini nyata, tetapi tidak bisa langsung disimpulkan sebagai overtourism,” ucap Koster.
Menurut Koster, luas Bali jauh lebih besar dari Singapura.
Koster menegaskan, yang terjadi adalah perilaku wisatawan yang tidak tertib.
“Dari 6,4 juta turis asing yang datang, mungkin tidak ada sampai seribu yang bermasalah, tetapi dampaknya besar bagi citra Bali,” kata Koster.
Oleh karena itu, Gubernur Koster menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan berbagai penertiban, termasuk deportasi terhadap ratusan wisatawan pelanggar aturan.
Namun, penertiban dilakukan secara terukur agar tidak menimbulkan kontraproduktif dalam pemulihan pariwisata.
Sebelumnya, Evita Nursanty Iqbal menyampaikan apresiasi terhadap konsep kepariwisataan Bali yang dinilai sangat luar biasa, tetapi tak dipungkiri juga menghadapi berbagai tantangan.
"Saat ini Komisi VII DPR RI tengah membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Kepariwisataan yang telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Untuk itu, melalui kunjungan ini, kami ingin mendengar langsung kondisi riil pariwisata Bali, termasuk berbagai isu aktual yang ramai dibicarakan di media sosial seperti premanisme, overtourism, serta izin usaha vila," tutur Evita Nursanty Iqbal. (lia/JPNN)