Gempa Pemekaran di Tanah Celebes! Enam Provinsi Baru Mengintip di Balik Aspirasi Rakyat

.PRMN - Pulau Sulawesi tengah bersiap menghadapi babak baru dalam sejarah otonomi daerah. Aspirasi pemekaran wilayah yang selama bertahun-tahun bergema di berbagai penjuru Sulawesi, kini kembali menguat dan mengarah pada wacana pembentukan enam provinsi baru. Gelombang asp

irasi ini bukan sekadar angin lalu, melainkan representasi nyata dari keinginan masyarakat untuk mendapatkan akses pembangunan yang lebih merata dan pelayanan publik yang lebih dekat.

Dari Luwu Raya di Sulawesi Selatan hingga Bolaang Mongondow Raya di Sulawesi Utara, suara pemekaran terdengar semakin lantang. Masyarakat setempat merasa bahwa pemekaran bukan hanya soal status administratif, tetapi kebutuhan strategis untuk mengakselerasi pembangunan dan memperkuat identitas daerah. Mereka berharap bahwa dengan menjadi provinsi mandiri, pembangunan bisa lebih fokus, dan kebijakan lebih tepat sasaran sesuai dengan karakteristik wilayah masing-masing.

Namun, pemekaran bukan proses yang instan. Pemerintah pusat masih memberlakukan moratorium pemekaran daerah, kecuali untuk wilayah-wilayah yang sangat strategis atau bersifat otonomi khusus. Meski demikian, para tokoh daerah, anggota DPR, dan tokoh masyarakat terus mendorong agar enam calon provinsi baru di Sulawesi bisa segera dikaji dan direalisasikan. Harapan akan percepatan pembangunan dan pemerataan kesejahteraan menjadi semangat utama yang membakar antusiasme di akar rumput.

Enam Calon Provinsi Baru: Aspirasi Lokal yang Tak Terbendung

Dalam beberapa tahun terakhir, muncul enam wilayah di Pulau Sulawesi yang secara konsisten menyuarakan keinginan untuk dimekarkan menjadi provinsi tersendiri. Keenam wilayah tersebut adalah:

  1. Luwu Raya – terdiri dari Kabupaten Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur, dan Kota Palopo (Sulawesi Selatan).

  2. Bone Raya – wilayah di sekitar Kabupaten Bone dan sekitarnya (Sulawesi Selatan).

  3. Mamuju Raya – pemekaran dari Provinsi Sulawesi Barat.

  4. Gorontalo Barat – pemekaran dari Provinsi Gorontalo.

  5. Bolaang Mongondow Raya – terdiri dari beberapa kabupaten/kota di Sulawesi Utara bagian selatan.

  6. Kepulauan Buton – mencakup wilayah kepulauan di bagian tenggara Sulawesi Tenggara.

Aspirasi pemekaran dari keenam wilayah ini umumnya didorong oleh berbagai alasan: mulai dari luasnya wilayah administratif induk, keterbatasan jangkauan pelayanan publik, hingga keinginan memperkuat kearifan lokal dan identitas budaya. Dalam banyak kasus, masyarakat merasa tertinggal karena akses pembangunan yang tidak merata, terutama di wilayah-wilayah perbatasan kabupaten atau daerah kepulauan.

Faktor Pendorong Pemekaran: Antara Kepentingan Lokal dan Desakan Realitas

Pemekaran wilayah bukan hanya dorongan dari elite politik atau kepala daerah, tapi tumbuh dari kegelisahan masyarakat akar rumput. Infrastruktur yang belum memadai, pelayanan publik yang lambat, serta keterbatasan anggaran pembangunan yang harus dibagi dengan wilayah lain, membuat banyak daerah merasa perlu berdiri sendiri.

Sebagai contoh, masyarakat di Luwu Raya sudah sejak lama menyuarakan aspirasinya agar wilayah tersebut menjadi provinsi terpisah dari Sulawesi Selatan. Dengan populasi yang besar dan potensi sumber daya alam melimpah, Luwu Raya dinilai sudah cukup kuat secara ekonomi dan administratif untuk berdiri sendiri. Hal serupa juga terjadi di Bolaang Mongondow Raya yang merasa kurang mendapatkan porsi pembangunan yang setara dari Provinsi Sulawesi Utara.

Di sisi lain, pemekaran juga menjadi solusi untuk mempercepat pembangunan di daerah-daerah kepulauan seperti Buton. Terbatasnya transportasi dan layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan menjadikan pemekaran sebagai cara untuk memperpendek jarak antara pemerintah dan masyarakat. Logikanya sederhana: semakin dekat pusat pemerintahan, semakin cepat pula pelayanan dirasakan rakyat.

Tantangan Realisasi: Moratorium dan Evaluasi Menyeluruh

Meski semangat di tingkat lokal begitu tinggi, pemerintah pusat masih memberlakukan moratorium pemekaran daerah sejak tahun 2014. Tujuannya adalah memastikan bahwa pemekaran tidak justru menciptakan masalah baru seperti pemborosan anggaran, konflik kepentingan, atau lemahnya kapasitas pemerintah daerah baru. Maka dari itu, semua usulan pemekaran, termasuk dari Sulawesi, harus melalui proses evaluasi ketat.

Pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri menegaskan bahwa pemekaran hanya akan diberikan kepada daerah yang mampu membuktikan kesiapan administratif, anggaran, SDM, serta dukungan dari masyarakat. Artinya, perjuangan enam calon provinsi baru di Sulawesi masih harus melewati jalan panjang, termasuk harmonisasi politik dan persetujuan legislatif di tingkat pusat.

Meski begitu, sejumlah tokoh DPR dan DPD RI dari dapil Sulawesi mengaku siap mengawal aspirasi ini hingga terealisasi. Beberapa daerah bahkan sudah menyiapkan kajian akademis, peta wilayah, dan dukungan administratif sebagai bagian dari proposal resmi pemekaran.

Menanti Titik Terang di Tengah Asa yang Membara

Aspirasi pemekaran enam calon provinsi di Sulawesi mencerminkan dinamika pembangunan dan semangat otonomi yang masih hidup di daerah. Dari Luwu hingga Buton, masyarakat menginginkan satu hal: pemerintahan yang lebih dekat, pembangunan yang lebih merata, dan pengakuan terhadap identitas wilayah.

Meskipun terbentur kebijakan moratorium, semangat itu tidak padam. Justru semakin banyak yang bersuara, semakin besar pula peluang untuk membuka kembali diskusi tentang reformulasi kebijakan pemekaran di Indonesia. Jika dikelola dengan baik dan berdasarkan kebutuhan riil, bukan sekadar ambisi politik, pemekaran bisa menjadi jembatan menuju keadilan dan kemajuan yang lebih menyeluruh.

Sulawesi kini berada di persimpangan sejarah. Enam bintik aspirasi menunggu untuk bersinar di peta Indonesia yang baru. Pertanyaannya tinggal satu: kapan pemerintah pusat membuka pintu untuk harapan itu?***(Lisyah)

Lebih baru Lebih lama