Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah lembaga tinggi negara yang berperan sebagai wakil rakyat dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. DPR terdiri atas anggota partai politik yang dipilih melalui pemilihan umum dan bersama dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Sejak awal kemerdekaan hingga saat ini, DPR telah mengalami berbagai perubahan bentuk dan fungsi, mencerminkan dinamika politik dan kebijakan di Indonesia.
Sejarah Singkat DPR

Pada masa awal kemerdekaan (1945–1949), lembaga-lembaga negara belum dibentuk secara utuh. Komite Nasional Pusat (KNIP) menjadi cikal bakal lembaga legislatif, dengan 60 atau 103 anggota yang melakukan sidang sebanyak enam kali. KNIP berhasil menyetujui 133 RUU selama masa kerjanya.
Selama Republik Indonesia Serikat (1949–1950), DPR terbagi menjadi dua majelis: Senat dan DPR. Masa ini ditandai oleh keberhasilan penyusunan undang-undang seperti UU No. 7 tahun 1950 tentang perubahan Konstitusi Sementara RIS. Namun, masa kerja DPR sangat singkat karena adanya perubahan bentuk pemerintahan.
Setelah pembentukan UUDS 1950, DPR hasil pemilu 1955 memiliki 272 anggota. Kondisi ini memicu koalisi pemerintah karena banyaknya fraksi di DPR. Pemilu 1955 juga memilih 542 anggota konstituante, tetapi proses penyusunan konstitusi tidak selesai hingga masa Orde Baru.
Pada masa Orde Baru (1966–1999), DPR dikuasai oleh Golkar dan dianggap sebagai "tukang stempel" kebijakan pemerintah. DPR tidak mampu menjalankan fungsi pengawasan secara efektif, sehingga kritik terhadap kinerjanya semakin meningkat.
Di era reformasi (1999–sekarang), DPR masih menghadapi tantangan besar. Banyak anggota DPR dikritik karena malas bekerja, sering bolos sidang, dan tidak memberikan hasil yang maksimal. DPR juga dianggap kurang mampu mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak pro-rakyat, seperti kenaikan BBM dan kasus lumpur Lapindo.
Fungsi dan Tugas DPR
DPR memiliki tiga fungsi utama, yaitu legislasi, anggaran, dan pengawasan. Fungsi legislasi mencakup penyusunan dan pembahasan rancangan undang-undang bersama presiden. Fungsi anggaran melibatkan pembahasan APBN dan persetujuan terhadap rancangan anggaran. Fungsi pengawasan dilakukan melalui pengawasan pelaksanaan undang-undang dan kebijakan pemerintah.
Dalam prakteknya, DPR memiliki beberapa hak, antara lain: - Hak interpelasi: Meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan penting. - Hak angket: Menyelidiki pelaksanaan undang-undang yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. - Hak menyatakan pendapat: Menyampaikan pandangan atas kebijakan pemerintah atau kejadian luar biasa. - Hak imunitas: Melindungi anggota DPR dari tuntutan hukum akibat pernyataan dalam rapat.
Anggota DPR juga memiliki hak untuk mengajukan usulan undang-undang, memilih dan dipilih, serta mendapatkan perlindungan protokoler dan keuangan. Namun, mereka juga memiliki kewajiban untuk menjunjung Pancasila, UUD 1945, dan menjaga etika serta norma hubungan kerja dengan lembaga lain.
Struktur dan Alat Kelengkapan DPR
DPR terdiri dari berbagai alat kelengkapan yang mendukung pelaksanaan fungsi dan tugasnya. Beberapa di antaranya adalah: - Pimpinan DPR: Terdiri atas satu ketua dan empat wakil ketua yang berasal dari partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak. - Badan Musyawarah (Bamus): Bertugas menyusun susunan dan keanggotaan alat kelengkapan DPR. - Komisi: Ada 11 komisi yang fokus pada berbagai bidang seperti ekonomi, hukum, dan keuangan. - Badan Legislasi: Bertugas menyusun program legislasi nasional. - Badan Anggaran: Mengelola pembahasan anggaran. - Mahkamah Kehormatan Dewan: Menjaga etika dan disiplin anggota DPR. - Panitia Khusus: Dibentuk untuk menangani isu tertentu dalam jangka waktu tertentu.
Tantangan dan Kritik terhadap DPR
Meski memiliki peran penting dalam sistem pemerintahan, DPR sering kali dianggap tidak efektif dalam menjalankan fungsi pengawasan dan legislasi. Banyak anggota DPR dikritik karena malas bekerja, sering absen, dan tidak mampu memberikan hasil yang memadai. Selain itu, DPR juga dianggap tidak mampu mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak pro-rakyat.
Kritik terhadap DPR tidak hanya datang dari masyarakat, tetapi juga dari tokoh-tokoh politik seperti Amien Rais, yang menyatakan bahwa DPR saat ini hanya merupakan "stempel" pemerintah. Hal ini mencerminkan ketidakpuasan rakyat terhadap kinerja DPR, yang dianggap tidak mampu membela kepentingan rakyat.
Persyaratan dan Keanggotaan DPR
Untuk menjadi anggota DPR, seseorang harus memenuhi beberapa syarat, seperti berusia minimal 21 tahun, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki ijazah SMA atau sederajat, dan tidak pernah dipidana penjara lebih dari 5 tahun. Selain itu, anggota DPR harus bersedia bekerja penuh waktu dan tidak merangkap jabatan lain yang bisa menimbulkan konflik kepentingan.
Kesimpulan
DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat memiliki peran penting dalam sistem pemerintahan Indonesia. Meski telah mengalami perubahan bentuk dan fungsi sepanjang sejarahnya, DPR masih menghadapi tantangan besar dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. Untuk meningkatkan kinerja DPR, diperlukan transparansi, akuntabilitas, dan komitmen kuat dari para anggotanya dalam melayani kepentingan rakyat. Dengan demikian, DPR dapat menjadi lembaga yang benar-benar representatif dan efektif dalam menjalankan fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan.