MediaHarianDigital – Serangan Israel terhadap ibu kota Qatar, Doha, menambah panjang daftar negara-negara Arab yang dihancurkan oleh negara Zionis tersebut. Sampai saat ini, negara-negara Arab hanya mampu mengeluarkan kecaman tanpa tindakan nyata untuk menghentikan kegilaan pemerintahan Benjamin Netanyahu.
Selama beberapa minggu terakhir, Israel setiap hari membom Gaza di Palestina dan juga secara rutin melakukan serangan di Lebanon, Suriah, dan Yaman. Sebuah drone yang diduga milik Israel juga menargetkan armada kemanusiaan tujuan Gaza yang berlabuh di Tunisia.
Jika ditarik lebih jauh, Israel juga melakukan serangan militer terhadap Irak dan Iran. Dari negara-negara tersebut, hanya kelompok Houthi di Yaman, Hizbullah di Lebanon, dan Garda Revolusi Iran yang memberikan perlawanan militer. Sementara di Jalur Gaza, kelompok Hamas bersama dengan faksi-faksi lainnya masih berjuang untuk menahan operasi militer darat ke Kota Gaza.
Pada awal pekan ini, Israel melancarkan serangan ke Suriah. Mereka menargetkan sekitar pusat kota Homs, kota pesisir Latakia, dan kota bersejarah Palmyra. Kementerian Luar Negeri Suriah mengecam dugaan serangan udara Israel sebagai "pelanggaran terang-terangan" terhadap kedaulatan dan stabilitas regionalnya, dan dalam sebuah pernyataan pada hari Selasa mengatakan bahwa serangan tersebut merupakan bagian dari rangkaian "peningkatan ketegangan" yang dilakukan Israel terhadap wilayah Suriah.
Media Suriah tidak merinci skala atau dampak dari serangan yang dilaporkan tersebut. Pengawas perang berbasis di Inggris, Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR), yang mengandalkan jaringan sumber di lapangan, melaporkan bahwa "serangan Israel di dekat Homs menargetkan unit militer di selatan kota."

Israel telah melakukan ratusan serangan di Suriah sejak penggulingan Presiden Bashar al-Assad pada bulan Desember, meskipun telah memulai dialog yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan pemerintah baru.
Pada akhir Agustus, tentara Israel melancarkan operasi udara dan darat di selatan Damaskus, menurut media pemerintah Suriah. Israel belum mengonfirmasi serangan tersebut, namun Menteri Pertahanan Israel Katz menyatakan bahwa pasukan beroperasi "siang dan malam" kapanpun diperlukan demi keamanan negara.
SANA melaporkan awal bulan ini bahwa tentara Israel menahan tujuh orang di provinsi selatan Quneitra, yang menurut tentara Israel kepada AFP pada saat itu "dicurigai melakukan aktivitas teroris."
Pada 8 September, setidaknya lima orang tewas dan lima lainnya terluka setelah pesawat tempur Israel menyerang timur Lebanon dalam pelanggaran terbaru terhadap perjanjian gencatan senjata yang ditandatangani bulan November lalu, menurut Kementerian Kesehatan Lebanon.
Serangan pada hari Senin terjadi di distrik Bekaa dan Hermel, dan media pemerintah menyatakan setidaknya delapan serangan udara dilakukan. Menurut Kantor Berita Nasional Lebanon, tujuh bom jatuh di pinggiran Hermel, sementara serangan lainnya menargetkan kota Labweh di dekatnya. Militer Israel mengklaim serangan tersebut mengenai gudang senjata dan fasilitas militer yang digunakan oleh Hizbullah, meskipun klaim tersebut tidak dapat dikonfirmasi secara independen.
Israel terus melakukan serangan hampir setiap hari di wilayah Lebanon, khususnya di wilayah selatan, sambil mempertahankan pendudukan di lima pos perbatasan meskipun gencatan senjata mengharuskan penarikan penuh pada awal tahun ini. Konflik tersebut meletus pada 8 Oktober 2023, ketika Israel melancarkan serangan militer di Lebanon. Pada saat gencatan senjata dicapai pada bulan November tahun berikutnya, lebih dari 4.000 orang telah terbunuh dan hampir 17.000 orang terluka.
Pada akhir Agustus, kelompok Houthi Yaman telah mengonfirmasi bahwa Perdana Menteri Ahmed Ghaleb Nasser al-Rahawi yang mengumumkan kematian dalam serangan udara Israel. Kelompok yang didukung Iran mengatakan beberapa pejabat senior lainnya tewas ketika pasukan penjajah Israel (IDF) menargetkan ibu kota Yaman, Sanaa, pada hari Kamis.

IDF mengatakan Rahawi dan pejabat senior Houthi lainnya "terguling" ketika pesawat tempur Israel menyerang sebuah pertemuan di wilayah Sanaa. Kelompok Houthi telah memperoleh kendali atas sebagian besar wilayah barat laut Yaman sejak tahun 2014, setelah menggulingkan pemerintah yang diakui secara internasional dari Sanaa dan memicu perang saudara yang merusak.
Di Tunisia, Global Sumud Flotilla yang memiliki misi untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan melalui laut kepada warga Palestina di Gaza mengatakan pada hari Senin bahwa salah satu kapal armada mereka yang berlabuh di Tunis telah dihantam oleh apa yang diyakini sebagai pesawat tak berawak yang menyebabkan kebakaran. Serangan kedua dilaporkan pada hari Selasa ini.
Garda Nasional Tunisia mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa tidak ada bukti bahwa kapal itu diserang. Mereka mengatakan kapal yang berlabuh di pelabuhan Sidi Bou Said itu terbakar akibat puntung rokok atau korek api yang menyulut jaket pelampung. Namun, saksi mata dan bukti video menunjukkan indikasi bahwa serangan benar-benar terjadi. Beredar kabar bahwa serangan dilakukan agen Israel dari negara tetangga.