Israel Semakin Kurang Ajar Terhadap Pasukan PBB di Lebanon

[IMAGE: Israel UNIFIL conflict in Lebanon]

Pasukan Israel (IDF) semakin menunjukkan sikap tidak hormat terhadap pasukan perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Lebanon. Sejak Sabtu (12/10), IDF dilaporkan mencegat logistik UNIFIL dan melakukan serangan terhadap markas pasukan perdamaian PBB sebanyak dua kali, yang menimbulkan kekhawatiran akan keselamatan personel dan properti PBB.

Menurut laporan resmi UNIFIL, pada hari Sabtu, pasukan IDF menghentikan pergerakan logistik UNIFIL dekat Meiss el Jebel, melarangnya melewati area tersebut. Pergerakan penting ini gagal menyelesaikan misinya, sehingga memengaruhi operasi pasukan perdamaian.

"Untuk keempat kalinya dalam beberapa hari ini, kami mengingatkan IDF dan pihak-pihak terkait akan kewajiban mereka untuk memastikan keamanan dan keselamatan para personel serta properti pasukan PBB serta menghormati keutuhan gedung PBB yang tidak dapat diganggu gugat," demikian pernyataan UNIFIL.

Sebelumnya, UNIFIL mengonfirmasi dua tentara terluka akibat ledakan di markas besar mereka di Naqoura, Lebanon selatan, pada Jumat (11/10). Ledakan itu merupakan yang kedua dalam 48 jam terakhir. Dua pasukan penjaga perdamaian terluka setelah dua ledakan terjadi di dekat menara observasi. Salah satu dari mereka dibawa ke rumah sakit di Tyre, sementara yang lain dirawat di Naqoura.

UNIFIL menyebut serangan terhadap pasukan penjaga perdamaian sebagai pelanggaran berat terhadap hukum humaniter internasional dan resolusi Dewan Keamanan 1701. Pihaknya juga menyampaikan kekecewaan atas tindakan IDF yang menargetkan Menara Observasi UNIFIL di jalan utama yang menghubungkan Tyre dengan Naqoura. Akibat serangan tersebut, sejumlah pasukan kontingen Sri Lanka terluka.

Dalam konteks yang lebih luas, situasi di Gaza City juga semakin memburuk. Pasukan dan tank Israel semakin dalam memasuki kota tersebut, disertai serangan udara dan artileri yang menghantam kota lebih dari 150 kali dalam beberapa hari terakhir. Serangan itu meruntuhkan gedung-gedung tinggi di kawasan padat pengungsi.

Layanan telepon dan internet terputus, membuat warga Palestina kesulitan memanggil ambulans, melakukan evakuasi, atau menyampaikan kondisi terbaru di tengah ofensif baru yang dimulai sejak Senin. Data Kementerian Kesehatan Gaza menyebut jumlah korban tewas dalam konflik Israel-Hamas telah melampaui 65.000 orang, dengan 165.697 lainnya terluka.

Di kamp pengungsi Shati, seorang ibu dan anaknya tewas akibat serangan udara. Di kamp Nuseirat, tiga orang meninggal termasuk seorang perempuan hamil. Di kawasan Muwasi, serangan terhadap tenda keluarga menewaskan dua orang tua dan anak mereka. Di Rumah Sakit Rantisi, serangan Israel menyebabkan kerusakan pada atap dan tangki air, dengan sekitar 40 pasien, termasuk bayi prematur dan anak-anak di ruang intensif, masih bertahan meski separuh pasien terpaksa dievakuasi.

PBB menyebut lebih dari 90% penduduk Gaza mengungsi, dengan 238.000 orang meninggalkan Gaza utara dalam sebulan terakhir. Sebagian besar wilayah hancur, sementara ahli gizi internasional telah mengonfirmasi kondisi kelaparan di Gaza City.

Militer Israel menyatakan upaya meminimalisasi korban sipil dan akan terus menargetkan kelompok yang disebut “organisasi teroris”. Sementara itu, pejabat senior Hamas, Ghazi Hamad, menuding Amerika Serikat berpihak pada Israel dan gagal menjadi mediator netral.

Kecaman internasional terhadap tindakan Israel semakin meningkat. Kementerian Luar Negeri Qatar mengutuk keras ofensif darat Israel, menyebutnya sebagai “perluasan perang genosida” terhadap rakyat Palestina. Lebih dari 20 organisasi bantuan internasional menyerukan komunitas global untuk mengambil langkah nyata menghentikan serangan.

Pemimpin Palestina Mahmoud Abbas mengutuk insiden tersebut dan menyebutnya sebagai serangan penuh dosa oleh Israel. Dia juga meminta otoritas Israel untuk bertanggung jawab penuh atas kejadian tersebut.

Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bersikukuh bahwa kebebasan beribadah adalah hak seluruh warga. Oleh sebab itu, dia memastikan proses hukum akan berjalan terkait kerusuhan ini.

Peristiwa-peristiwa ini menunjukkan bahwa situasi di kawasan Timur Tengah semakin memanas, dengan ancaman terhadap keamanan dan kemanusiaan yang semakin nyata.

Lebih baru Lebih lama