YLBHI Minta Prabowo Hentikan Keterlibatan TNI dalam Politik dan Bisnis

YLBHI mengajukan permintaan kepada Presiden Prabowo Subianto terkait keterlibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam berbagai hal di luar bidang pertahanan negara. YLBHI menilai bahwa dalam sepuluh tahun terakhir telah terjadi upaya untuk mengembalikan peran TNI yang lebih mendalam dalam politik dan bisnis.

Dalam pernyataannya, YLBHI menyoroti beberapa aturan seperti Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 30 Ayat 3 yang menyatakan bahwa TNI yang terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara merupakan alat negara yang bertugas mempertahankan, melindungi, serta menjaga keutuhan dan kedaulatan negara. YLBHI berargumen bahwa dari ketentuan UUD 1945 tersebut jelas menunjukkan bahwa peran TNI adalah sebagai kekuatan pertahanan negara.

Aturan UUD 1945 juga dianggap semakin kuat setelah adanya perbaikan terhadap peran masa lalu TNI, yaitu Dwifungsi ABRI, yang menjadikan TNI dan Kepolisian sebagai kekuatan sosial serta politik.

Konsideran TAP MPR No. VII/MPR/2000 yang menyatakan bahwa praktik Dwifungsi ABRI merupakan hal yang salah," demikian pernyataan YLBHI, 4 Oktober 2025. "Hal ini kemudian diperkuat dalam UU No. 34/2004 mengenai Tentara Nasional Indonesia. Undang-undang ini secara rinci menetapkan larangan bagi anggota TNI untuk terlibat dalam urusan sipil, pemerintahan, dan juga bisnis. Itulah upaya untuk menempatkan peran TNI dalam negara demokrasi yang berlandaskan hukum.

YLBHI menganggap bahwa pada usia TNI yang ke-80 tahun dan 27 tahun Reformasi, keterlibatan TNI semakin luas dan terbuka. Bahkan dinilai melanggar mandat demokratisasi.

"Peristiwa ini dimulai sejak Prabowo Subianto menjabat presiden. Tindakan untuk melakukan perubahan mendadak UU TNI dengan memperluas wewenang TNI di wilayah-wilayah yang diatur dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP), misalnya, telah memungkinkan anggota TNI untuk lebih dalam terlibat dalam wilayah sipil," katanya.

7 Desakan YPBHI

Mengenai hal tersebut, YLBHI menyampaikan tujuh tuntutan kepada Presiden Prabowo Subianto, jajaran kabinet, serta DPR, yaitu:

1. Presiden Prabowo Subianto beserta jajaran kabinetnya perlu secara transparan menyampaikan informasi yang jelas mengenai perkembangan organisasi TNI, seperti penambahan 22 Kodam, pembentukan 100 Batalyon Teritorial Pembangunan (BTP), pembentukan Kompi-kompi Produksi, pembentukan Kodim di setiap kabupaten/kota, serta pembentukan 2 batalyon Komcad di masing-masing Kodim. Semua hal ini akan berdampak besar terhadap hubungan antara sipil dan militer di Indonesia serta masa depan demokrasi negara ini. Selain itu, semua ini juga akan memengaruhi kondisi keuangan negara.

2. Presiden Prabowo Subianto beserta anggota kabinet dan seluruh lembaga pemerintahan sipil lainnya sebaiknya meninjau kembali semua MoU atau Nota Kesepahaman antara institusi mereka dengan TNI. Dengan membawa TNI ke ranah sipil, para politisi sipil pada dasarnya melemahkan demokrasi yang telah memilih mereka sebagai pemimpin. Selain itu, hal ini juga merusak profesionalisme para prajurit TNI.

3. Presiden Prabowo perlu menghentikan keterlibatan TNI dalam masalah pangan, program makanan bergizi gratis, serta urusan Koperasi Merah Putih. Segala keikutsertaan TNI dalam hal-hal ini, yang tidak termasuk dalam bidang kompetensinya, hanya akan merusak lembaga-lembaga sipil tersebut. Terlebih lagi, hal ini akan merusak profesionalisme para anggota dan perwira TNI.

4. Kami mengajukan permohonan kepada DPR RI, DPD serta DPRD untuk melakukan pengawasan dan menanyakan penggunaan TNI secara besar-besaran dalam ranah-ranah sipil. Pemanggilan TNI dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang mengabaikan birokrasi lokal, sekolah, guru, dan orang tua siswa, tidak hanya salah arah tetapi juga tidak demokratis. Program yang membutuhkan dana besar ini tidak akan berjalan dengan sentralisasi kekuasaan dan pemanfaatan kekuatan militer.

5. Kepada komunitas masyarakat sipil agar terus mengingatkan pemerintah melalui pengawasan serta langkah advokasi yang diperlukan guna menghentikan tindakan ilegal pemerintah dalam memulihkan praktik dwifungsi ABRI yang bertentangan dengan mandat reformasi;

6. Presiden bersama DPR RI perlu melakukan perubahan terhadap UU Peradilan Militer agar memastikan penerapan hukum yang adil dan tidak memihak di dalam sistem peradilan militer, yang selama ini menjadi tempat kekebalan hukum bagi anggota militer yang melanggar hukum serta Hak Asasi Manusia serta tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme;

7. Presiden bersama DPR RI diminta untuk membatalkan pembangunan Kodam baru serta membubarkan komando teritorial yang tidak sesuai dengan peran TNI sebagai alat pertahanan negara.

Lebih baru Lebih lama