Pemkot Surabaya Kolaborasi dengan ITS Teliti Kandungan Mikroplastik di Air Hujan

MediaHarianDigital,SURABAYA – Pemerintah Kota Surabaya akan melaksanakan penelitian lebih lanjut terkait temuan aktivitas dan komunitas lingkungan mengenai butiran air hujan yang mengandungmikroplastik. Rencananya, temuan penelitian ini akan dimanfaatkan untuk menyusun tindakan pencegahan terhadap peristiwa tersebut.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Surabaya, Dedik Irianto menyampaikan, pihaknya akan bekerja sama dengan lembaga yang memiliki akreditasi dan universitas, seperti Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), dalam melakukan pengujian tersebut.

"Kami akan bekerja sama dengan ITS dalam melakukan penelitian yang serupa, melakukan pengujian yang sama, dengan menguji kualitas air hujan di Kota Surabaya," kata Dedik, Rabu (19/11/2025).

Ia menegaskan, hasil penelitian lanjutan tersebut akan diumumkan secara terbuka kepada masyarakat. Selain itu, Pemerintah Kota Surabaya akan menyusun beberapa kebijakan strategis guna meminimalkan paparan mikroplastik.

"Nanti hasilnya [penelitian lanjutan] akan kami sampaikan, selanjutnya langkah-langkah pengobatan [tindakan pencegahan pencemaran mikroplastik] berikutnya harus bagaimana," tegasnya.

Dedik juga menyatakan bahwa pihaknya secara berkala telah melakukan pengujian terhadap kualitas air di berbagai lokasi di wilayah Kota Pahlawan. Tindakan ini dilakukan untuk memastikan air yang digunakan masyarakat bebas dari polusi dan berbagai zat berbahaya yang dapat merusak kesehatan manusia.

"Kami secara rutin, setahun empat kali melakukan pengujian air, kualitas air di 44 titik di Kota Surabaya untuk mengetahui kualitasnya, dan mungkin saja sungai tersebut mengandung mikroplastik. Karena hujan berasal dari penguapan yang ada di darat," katanya.

Selain melakukan pengujian kualitas air secara berkala, Dedik menyebutkan bahwa Pemkot Surabaya juga rutin melakukan pemeriksaan terhadap keadaan dan mutu udara dengan menggunakan alat-alat uji yang disediakan oleh pemerintah daerah maupun pusat.

"Menyangkut kualitas udara, kami secara berkala dan rutin melakukan pengamatan menggunakan beberapa alat yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Surabaya maupun yang dipasang oleh Kementerian Lingkungan Hidup di Kota Surabaya," ujarnya.

Sebagai tindakan pencegahan untuk mengurangi dampak mikroplastik, Dedik menyatakan bahwa pihaknya telah membatasi penggunaan plastik di kalangan masyarakat. Selain itu, pihaknya sering melakukan operasi penegakan hukum terhadap warga yang membakar sampah di area terbuka, tanpa menggunakan teknologi dan tidak sesuai aturan yang berlaku.

"Walikota Surabaya telah menerbitkan salah satu peraturan, yaitu Perwali Nomor 16 Tahun 2022, yang melarang penggunaan tas plastik sekali pakai karena hal ini berdampak besar terhadap munculnya mikroplastik di Surabaya," tutupnya.

Sebelumnya dilaporkan, komunitas dan aktivis lingkungan seperti Jaringan Gen Z Jatim Tolak Plastik Sekali Pakai (Jejak), Komunitas Growgreen, River Warrior, serta Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) telah melakukan penelitian terkait kandungan mikroplastik dalam butiran hujan di Kota Surabaya.

Koordinator Penelitian Mikroplastik Kota Surabaya, Alaika Rahmatullah mengatakan bahwa Kota Surabaya berada di peringkat keenam dari 18 kota di Indonesia yang ditemukan mengandung partikel mikroplastik yang menyebar di udara. Tingkat kontaminasinya tercatat sebesar 12 partikel/90 cm2/2 jam.

"Kepadatan pencemaran mikroplastik dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Misalnya di kawasan Pakis Gelora, Surabaya menunjukkan kadar mikroplastik yang tinggi akibat adanya aktivitas pembakaran sampah, serta lokasi yang dekat dengan pasar dan jalan raya," kata Alaika, Senin (17/11/2025).

Sementara penelitian tersebut dilakukan oleh pihaknya pada tanggal 11-14 November 2025 di berbagai wilayah Kota Pahlawan seperti Dharmawangsa, Ketintang, Gunung Anyar, Wonokromo, HR Muhammad, Tanjung Perak, dan Pakis Gelora.

Metode penelitian yang digunakan yaitu dengan meletakkan wadah berbahan aluminium, stainless steel, dan mangkuk kaca dengan diameter antara 20 hingga 30 cm, yang ditempatkan pada ketinggian di atas 1,5 meter selama waktu 1 hingga 2 jam.

"Semua lokasi penelitian terkontaminasi mikroplastik. Lokasi yang paling tercemar adalah kawasan Pakis Gelora dengan jumlah 356 partikel mikroplastik (PM)/liter, diikuti wilayah Tanjung Perak yang berada di posisi kedua dengan 309 PM/liter," ujar Alaika.

Lebih baru Lebih lama