KPK Rilis Pedoman Baru, Pastikan Masih Dapat Mengusut Kasus Korupsi di BUMN dan Perbankan

LIBURAN Mei 2025 - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeluarkan Surat Edaran Nomor 12/2025 yang berisi Panduan Pelaksanaan Tanggung Jawab, Peranan, serta Wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi Setelah UU No.1/2025 tentang BUMN.

Surat edaran yang diterbitkan pada 5 Mei 2025 itu diterbitkan sebagai pedoman internal lembaga antirasuah.

Setelah KPK memberikan pendapat formalnya tentang beberapa perubahan berkaitan dengan status pegawai negeri serta kerugian finansial pemerintah dalam lingkup Badan Usaha Milik Negara sesuai UU No. 1/2025.

Berdasarkan pernyataan juru bicara Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) Budi Prasetyo, lembaga tersebut masih memiliki wewenang untuk menggelar berbagai tindakan dalam rangka memberantas korupsi. Upaya ini mencakup bidang-bidang seperti pembelajaran dan pelatihan, pencegahan, pengawasan serta pemantauan dan kerja sama dengan otoritas terkait.

"Sebab menurut pandangan KPK, para anggota Direksi, Komisaris, serta Dewan Pengawas yang terdapat dalam Badan Usaha Milik Negara sesuai dengan UU No. 28 Tahun 1999 adalah penyelenggara negara, sehingga kerugian di BUMN pun menjadi bagian dari kerugian bagi negara sendiri," ujar Budi saat berbicara dengan awak media, Selasa (20/5).

Berdasarkan pernyataan Budi, SE itu dirilis untuk memastikan serta mengulangi kembali posisi KKP yang sudah diumumkan kepada masyarakat umum.

Internal SE tersebut menggarisbawahi posisi formal institusi anti-korupsi tentang beberapa revisi regulasi yang ada di dalam Undang-Undang BUMN.

Surat Edaran tersebut menyebutkan bahwa kerugian finansial yang dialami oleh badan usaha milik negara atau Badan Pengelola Investasi Dana Antarabangsa Nusantara (BPIDanantera) masih termasuk dalam kategori kerugian keuangan bagi negara sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 dan 3 Undang-Undang mengenai Penegakan Hukum Terhadap TindakPidana Korupsi (Tindakpidankor).

Surat Edaran tersebut dirilis usai Ketua KPK Setyo Budiyanto menekankan bahwa pihaknya tidak melihat UU BUMN yang baru-baru ini disahkan sebagai penghambat dalam pelaksanaan hukum. Meskipun demikian, KPK memberikan apresiasinya atas upaya pemerintah untuk meningkatkan fungsi dari Badan Usaha Milik Negara.

"Pedoman utama kami adalah UU No. 28 Tahun 1999 untuk memastikan siapa yang tergolong sebagai Pejabat Negeri. Berdasarkan hal tersebut, baik direktur maupun komisaris dari Badan Usaha Milik Negara masih dimasukkan ke dalam kategorinya," jelas Setyo Budiyanto melalui pernyataannya, Rabu (7/5).

Pernyataan tersebut menanggapi Pasal 9G Undang-Undang No. 1 Tahun 2025 yang mengatur bahwa anggota direksi, dewan komisaris, serta dewan pengawas Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak termasuk dalam kategori penyelenggara negara.

Menurut Setyo, pasal itu berkonflik dengan cakupan penyelenggara negara seperti yang ditetapkan dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 1999. Dia menambahkan, "Secara teoritis, adanya peraturan ini tak mencabut posisi penyelenggara negara untuk pegawai BUMN."

Setyo menekankan kembali, pasal 9G dari Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terbaru malah mencerminkan bahwa gelar pegawai negeri masih melekat pada para pemimpin BUMN.

"Isi dari pasal tersebut secara jelas menginformasikan bahwa status pegawai negeri tetap terjamin. Oleh karena itu, tak ada landasan hukum yang cukup untuk menegaskan hal lain," demikian katanya.

Lebih baru Lebih lama