Sungai Balangtieng di Bulukumba: Sarang Mikroplastik yang Mengancam Kehidupan!

Warta Bulukumba - Airnya mengalir perlahan, tapi menentang sunyi. Di sela-sela riak permukaan Sungai Balangtieng, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, serpihan plastik menari bersama arus, menyusup ke lambung ikan, menyelinap ke rantai makanan yang suatu hari akan kembali ke meja makan manusia.

Pada Jumat sore, 13 Juni 2025, di atas jembatan baja tua yang memeluk Sungai Balangtieng, tiga aktivis berdiri tegak, melawan deras arus ketidakpedulian.

Di atas tumpukan sampah yang mengapung seperti luka terbuka di tubuh sungai, aktivis lingkungan dari Aksi Bulukumba membentangkan poster protes ekologis. Aksi ini bukan sekadar simbol. Ikan-ikan kini diakrabi mikroplastik di Sungai Balangtieng! Dan bukti paling nyata ada dalam tubuh ikan kareppe.


Mikroplastik dalam perut ikan: Fiber dari cucian, film dari kemasan

Penelitian dari Yayasan ECOTON menunjukkan mikroplastik telah ditemukan dalam tubuh ikan kareppe. Peneliti mengambil sampel lima ekor ikan, masing-masing berbobot sekitar 200 gram. Hasil pengujian laboratorium menemukan dua jenis mikroplastik: fiber dan film.

“Jenis mikroplastik fiber yang banyak ditemukan di ikan berasal dari serpihan baju, yang sumbernya dari aktivitas cuci baju masyarakat sekitar Sungai Balangtieng,” ungkap Firly Mas’ulatul Janah, peneliti ECOTON.

Sementara itu, mikroplastik jenis film ditemukan pada satu dari lima ikan yang diuji. Jenis ini merupakan hasil fragmentasi plastik transparan seperti kantong belanja dan kemasan makanan.

Lebih dari sekadar temuan laboratorium, partikel-partikel kecil ini adalah ancaman besar.

“Mikroplastik yang ditemukan di ikan akan berbahaya jika dikonsumsi oleh masyarakat,” lanjut Firly.

“Karena dalam mikroplastik terdapat senyawa kimia berbahaya yang jika terkonsumsi manusia bisa memicu gangguan kesehatan.”

Ancaman dari sungai ke meja makan

Rifal Gaffar Aldi Pratama Putra, aktivis lingkungan dari komunitas Siring Bambu, ikut terlibat dalam pengambilan sampel ikan di Desa Bulolohe.

Ia mengaku terkejut mengetahui bahwa mikroplastik telah menyusup ke tubuh ikan yang selama ini ia anggap aman.

“Saya baru tahu jika mikroplastik bisa masuk ke tubuh ikan di sungai dari penelitian ini,” ujarnya.

“Mungkin karena banyaknya sampah yang dibuang sembarangan ke sungai menyebabkan ikan menjadi terkontaminasi.”

Padahal, ikan kareppe masih banyak dikonsumsi oleh warga setempat. Hal ini menandakan potensi transmisi mikroplastik ke tubuh manusia melalui makanan sehari-hari semakin tinggi.

Kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan sampah disebut masih sangat rendah.

“Kalau di sungai, ikan mengira mikroplastik ini adalah makanannya. Mikroplastik yang masuk ke tubuh ikan akan mempengaruhi sistem reproduksi, yang bisa menyebabkan kepunahan bagi ikan lokal di Sungai Balangtieng," tegas Firly.

Ekosistem tercekik, manusia tak kebal

Rafika Aprilianti, Kepala Laboratorium ECOTON, menyampaikan temuan lain yang lebih mengkhawatirkan. Tidak hanya ikan sungai, rumput laut di pesisir Pantai Bulukumba juga terpapar mikroplastik.

“Penemuan mikroplastik pada ikan di Sungai Balangtieng dan rumput laut di Pantai Bulukumba menunjukkan semakin seriusnya pencemaran plastik di ekosistem sungai dan laut,” tegas Rafika.

Mikroplastik memasuki rantai makanan melalui dua jalur:

  1. Sumber primer – seperti microbeads dari sabun wajah, pelet plastik industri (nurdles), dan serpihan kecil dari limbah industri.
  2. Sumber sekunder – dari degradasi plastik besar seperti kantong, botol, dan jaring yang terpapar sinar UV dan ombak, lalu pecah menjadi partikel mikro.

Ikan mengonsumsi partikel ini lewat dua cara: memakan plankton yang terkontaminasi, atau langsung menelan mikroplastik karena bentuk dan warnanya menyerupai makanan alami.

“Beberapa mikroplastik bahkan memiliki warna, transparansi, atau gerakan di air yang mirip dengan makanan alaminya,” jelas Rafika.

“Banyak ikan tidak mampu membedakan antara mikroplastik dengan mangsa aslinya, terutama saat fase larva atau juvenil.”

Dari ikan ke manusia: Risiko aat kimia berbahaya

Ketika manusia mengonsumsi ikan atau rumput laut yang telah terkontaminasi, bahaya itu berpindah. Mikroplastik membawa serta zat kimia seperti logam berat, pestisida, hingga senyawa pengganggu hormon seperti BPA dan ftalat.

Rafika mengingatkan, akumulasi mikroplastik dan zat toksik tersebut dalam jangka panjang dapat memicu gangguan hormon (endokrin).

"Bisa meningkatkan risiko gangguan metabolisme, peradangan kronis, serta memengaruhi fungsi organ vital seperti hati, ginjal, sistem saraf, dan sistem reproduksi,” imbuhnya.

Ia menegaskan bahwa temuan ini menjadi peringatan keras bagi pemerintah, industri, dan masyarakat sipil.

“Urgensi pengurangan sampah plastik, penguatan pengelolaan limbah, serta perlunya regulasi ketat dalam mengendalikan polusi plastik sejak dari sumbernya tidak bisa ditunda lagi,” pungkasnya.***

Lebih baru Lebih lama