KORAN - PIKIRAN RAKYAT - Sedikitnya 33.000 pertambangan yang dikelola oleh masyarakat akan dibuat legal. Bantuan ini diberikan oleh kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Dirjen Perlindungan Hukum.
Dengan demikian, ke depannya, tidak ada lagi pertambangan ilegal, yakni istilah yang disematkan pada usaha pertambangan yang dikelola oleh masyarakat, tanpa izin. Hal ini disampaikan oleh Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung saat menghadiri acara wisuda kelulusan mahasiswa D-3 Politeknik Energi dan Pertambangan Bandung, Rabu 13 Agustus 2025.
Menurut dia, ke depan tidak ada lagi pertambangan yang sifatnya ilegal. "Jadi bagi kegiatan-kegiatan yang sudah diusahakan oleh masyarakat, akan dibuatkan legalitasnya," tutur Yuliot.
Untuk bidang minyak dan gas (migas), akan ada sumur masyarakat yang dikelola dalam bentuk badan usaha. Sementara, untuk badan usaha ini akan dilakukan pembinaan baik oleh kemeterian, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Kemudian ada juga kegiatan usaha di bidang mineral dan batu bara (minerba) yang juga diusahakan oleh masyarakat. Kementerian akan mewadahi kegiatan tersebut dalam bentuk wilayah pertambangan rakyat (WPR).
"Jadi, masyarakat yang melaksanakan kegiatan tadi setelah dibuatkan legalitasnya, lalu dilakukan pembinaan, sehingga kegiatan pertambangan rakyat ini memberikan kontribusi terhadap ekonomi masyarakat dan juga secara pertanggungjawaban teknik pertambangan bisa dibantu untuk memenuhi berbagai persyaratan termasuk dari aspek lingkungan," ujarnya.
Meski belum diidentifikasi dan dipetakan seluruhnya, Yuliot mengatakan sedikitnya ada 33.000 sumur migas yang dikelola masyarakat. Terutama ada di empat provinsi, yakni Aceh, Sumatra Utara, kemudian Jawa Tengah, dan Sumatra Selatan yang jadi paling banyak, sekitar 22.000 sumur.
Selanjutnya, akan ada beberapa pihak yang terlibat terutama untuk pengawasan usaha rakyat tersebut. Di ranah BUMN, akan ada Pertamina dan juga melibatkan perusahaan KKKS (kontraktor kontrak kerja sama).
Dikatakan Yuliot, produk yang akan dihasilkan WPR ini harus diterima oleh perusahaan KKKS. Sementara masyarakat akan menerima dari hasil yang mereka kelola itu sebanyak 80% dari ICP (Indonesian crude price).
Kemudian, Pertamina atau perusahaan KKKS yang melakukan pembinaan itu mendapat 20% dari total produksi dikali dengan ICP. ***