Kepala BPN Bandung Barat: Penertiban Tanah Terlantar Tak Tujukan pada Lahan Rakyat

PIKIRAN RAKYAT - Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bandung Barat (KBB), Gunung Jayalaksana, memberikan penjelasan detail agar tidak terjadi kesalahpahaman terkait isu soal tanah masyarakat yang belum bersertipikat akan diambil Negara belakangan ramai dibicarakan.

Menurut Gunung, amanat UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Adapun prinsip tersebut menjadi dasar lahirnya PP No. 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar, yang mengatur pengelolaan tanah agar tidak dibiarkan menganggur.

Apa yang dimaksud tanah terlantar?

Dalam PP No. 20/2021 dijelaskan bahwa kawasan terlantar adalah lahan non-kawasan hutan yang sudah memiliki izin atau konsesi, tetapi sengaja tidak dimanfaatkan. Sedangkan tanah terlantar adalah tanah dengan status hak tertentu, seperti HGU, HGB, Hak Pakai, Hak Pengelolaan—atau tanah yang dikuasai berdasarkan keputusan pejabat berwenang, namun sengaja tidak diusahakan, tidak digunakan, dan tidak dipelihara.

"Objek penertiban ini mencakup kawasan berskala besar seperti pertambangan, perkebunan, industri, pariwisata, hingga perumahan terpadu. Intinya bukan tanah rakyat, sawah rakyat, pekarangan, atau kebun kecil yang digunakan untuk menghidupi keluarga,” kata kepala BPN KBB, Gunung Jayalaksana saat ditemui pada Kamis, 14 Agustus 2025.

Tidak langsung diambil Negara

Dijelaskan Gunung, proses penetapan tanah terlantar tidak bisa dilakukan secara tiba-tiba. Ada tahapan panjang, mulai dari evaluasi, pemberian peringatan pertama hingga ketiga, hingga penetapan resmi.

"Total waktu yang dibutuhkan mencapai sekitar 585 hari atau lebih dari 1,5 tahun," ucapnya.

Bahkan, Gunung menyampaikan, untuk tanah hak milik, meski secara aturan dapat menjadi objek penertiban, praktiknya sulit dilakukan karena sifat hak milik yang terkuat dan turun-temurun.

“Hak milik itu memberikan kewenangan penuh kepada pemiliknya. Jadi tidak mungkin serta-merta diambil begitu saja,” jelasnya.

Kewajiban pemilik tanah

Oleh karenanya, BPN KBB mengimbau agar pemilik tanah, baik yang sudah bersertipikat maupun belum, tetap menjaga fungsi sosial tanahnya. Artinya, tanah harus dimanfaatkan, dirawat, dan tidak dibiarkan kosong.

"Bentuknya bisa dengan menanam, memagari, membangun bangunan, membersihkan lahan, hingga memastikan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) setiap tahun," ungkapnya.

Bagi tanah yang belum bersertipikat, Gunung mendorong masyarakat segera mendaftarkan agar memiliki kekuatan hukum.

“Tanah yang idle itu rawan sengketa, apalagi kalau dianggap tidak ada pemiliknya,” ujarnya.

Selain itu, Gunung menegaskan, kebijakan penertiban tanah terlantar lebih ditujukan untuk jutaan hektare lahan berskala besar yang mengantongi izin usaha, Namun, dibiarkan terbengkalai. Targetnya adalah memulihkan fungsi sosial tanah agar lebih produktif dan memberi manfaat nyata bagi kesejahteraan masyarakat.

“Intinya, pemerintah ingin tanah digunakan sebaik-baiknya untuk kemakmuran rakyat. Jadi selama tanah itu dimanfaatkan dan dirawat, masyarakat tidak perlu khawatir akan diambil,” pungkasnya****

Lebih baru Lebih lama