Pulau Jawa, sebagai pusat pemerintahan sekaligus jantung perekonomian Indonesia, kini menghadapi tantangan serius dalam pemerataan pembangunan. Dengan jumlah penduduk lebih dari 150 juta jiwa, beban administrasi di provinsi-provinsi yang ada dirasakan semakin berat. Wacana pemekaran yang sempat redup kini kembali menguat dengan gagasan pembentukan hingga 10 provinsi baru.
Dorongan pemekaran ini lahir dari realitas di lapangan. Banyak daerah penyangga kota besar merasa dianaktirikan karena pembangunan lebih banyak tersedot ke pusat provinsi. Pemekaran dianggap sebagai jalan untuk memperkuat identitas daerah, mempercepat pelayanan publik, serta membuka ruang baru bagi investasi. Harapan masyarakat begitu besar, terutama di wilayah yang sejak lama merasa terpinggirkan.
Tidak sedikit tokoh masyarakat, akademisi, hingga politisi daerah yang menilai bahwa pemekaran adalah solusi konkret. Dengan adanya provinsi baru, wilayah-wilayah kecil akan mendapatkan perhatian yang lebih besar, tidak lagi menjadi bayang-bayang kota metropolitan seperti Jakarta, Bandung, Semarang, atau Surabaya.
Berdasarkan sejumlah usulan yang masuk ke pemerintah pusat, berikut adalah daftar wilayah yang paling sering disebut sebagai calon provinsi baru:
-
Provinsi Bogor Raya (Jawa Barat) – mencakup Kabupaten Bogor, Kota Bogor, dan Depok. Aspirasi ini muncul karena Bogor dianggap terlalu padat dan perlu manajemen pembangunan yang terfokus.
-
Provinsi Garut Selatan (Jawa Barat) – meliputi kecamatan Pameungpeuk, Bungbulang, Cibalong, dan sekitarnya. Wilayah ini dinilai sering tertinggal dari pusat Garut.
-
Provinsi Sukabumi Utara (Jawa Barat) – wilayah utara Sukabumi merasa butuh perhatian khusus karena topografinya menantang.
-
Provinsi Cirebon Raya (Jawa Barat–Jawa Tengah) – terdiri dari Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan. Letak strategis membuat Cirebon layak jadi pusat baru.
-
Provinsi Banyumas Raya (Jawa Tengah) – mencakup Banyumas, Cilacap, Purbalingga, dan Banjarnegara. Sejak lama wilayah ini merasa jauh dari pusat Semarang.
-
Provinsi Eks Karesidenan Surakarta (Jawa Tengah) – meliputi Solo, Sukoharjo, Klaten, Boyolali, Sragen, Wonogiri, dan Karanganyar. Wilayah ini dikenal sebagai pusat budaya dan layak mendapat perhatian tersendiri.
-
Provinsi Madura (Jawa Timur) – meliputi Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Aspirasi ini sudah diperjuangkan lebih dari dua dekade.
-
Provinsi Mataraman (Jawa Timur) – mencakup Madiun, Ngawi, Magetan, dan Ponorogo. Identitas budaya dan jarak dari Surabaya membuat wilayah ini ingin mandiri.
-
Provinsi Tapal Kuda (Jawa Timur) – meliputi Lumajang, Jember, Bondowoso, dan Situbondo. Potensi ekonomi besar belum tergarap optimal.
-
Provinsi Banten Timur (Banten) – muncul sebagai aspirasi di Kabupaten Pandeglang dan Lebak yang merasa tertinggal dibandingkan Tangerang Raya.
Masyarakat di daerah calon pemekaran melihat peluang besar. Mereka berharap pembangunan infrastruktur jalan, pelabuhan, sekolah, dan rumah sakit akan lebih cepat terealisasi. Dengan adanya provinsi baru, anggaran tidak lagi terserap hanya di pusat, melainkan bisa diarahkan langsung ke wilayah-wilayah yang selama ini terpinggirkan.
Di Garut Selatan, misalnya, warga mengeluhkan sulitnya akses ke pusat pemerintahan. Begitu juga dengan Madura, di mana kebutuhan infrastruktur jembatan, transportasi laut, hingga industri pengolahan ikan masih tertinggal. Pemekaran menjadi simbol harapan agar kesejahteraan lebih merata, tidak hanya menumpuk di kota besar.
Namun, masyarakat juga menyadari bahwa pemekaran bukan solusi instan. Mereka ingin pemerintah memastikan bahwa calon daerah baru dipimpin oleh sosok yang visioner, berintegritas, dan mampu mengelola potensi lokal agar tidak hanya bergantung pada dana pusat.
Meski banyak harapan, pemekaran provinsi di Pulau Jawa tidak lepas dari tantangan. Pertama, soal kesiapan fiskal. Banyak daerah baru terbukti sulit mandiri dan masih bergantung pada transfer dana pusat. Kedua, SDM dan birokrasi harus dipersiapkan agar tidak menimbulkan tumpang tindih kewenangan. Ketiga, politik lokal berpotensi memperkeruh proses jika lebih mementingkan kepentingan elit dibandingkan rakyat.
Pemerintah pusat melalui Kemendagri dan DPR RI perlu melakukan kajian mendalam, memastikan setiap usulan pemekaran memenuhi syarat administratif, teknis, dan kewilayahan. Tanpa itu, pemekaran hanya akan menjadi beban baru bagi negara.
Jika direncanakan secara matang, pemekaran bisa menjadi solusi strategis dalam mengurangi kesenjangan pembangunan di Pulau Jawa yang selama ini terpusat di kota-kota besar. Namun jika terburu-buru dan tanpa evaluasi, ia bisa berubah menjadi masalah baru. Harapan kini ada di tangan pemerintah pusat dan masyarakat untuk mewujudkan pemekaran yang benar-benar membawa manfaat nyata bagi seluruh warga Jawa.***(Lisyah)