Warta Bulukumba - Kabut musim panas menggantung di atas gedung-gedung kaca Moskow, langit kelabu terasa lebih dingin dari biasanya. Di balik jendela Institut Ekonomi Dunia dan Hubungan Internasional Rusia, suara Dmitry Trenin pernah terdengar berat: “Perang Dunia ke-3 telah dimulai. Hanya saja, tidak semua orang menyadarinya.”
Tentu saja kalimat itu bukan retorika. Itu peringatan. Benarkah Perang Dunia ke 3 akan dimulai tanpa dentuman?
Trenin, peneliti senior dan anggota Dewan Urusan Internasional Rusia (RIAC), menyatakan bahwa Perang Dunia ke 3 telah berlangsung dalam bentuk yang tak kasat mata: sabotase ekonomi, infiltrasi sosial, agitasi ideologis, dan dukungan militer terselubung.
Dalam analisisnya di majalah Profile , dikutip oleh RT pada 27 Juli 2025, ia menyebut dunia telah memasuki fase konflik menyeluruh sejak satu dekade terakhir—dan ujungnya bisa nuklir.
Perang Dunia ke 3 dimulai tanpa dentuman
Trenin menandai 2014 sebagai tahun dimulainya praperang global bagi Rusia, 2017 untuk China, dan 2023 bagi Iran. “Ukraina hanyalah alat. Brussels sedang mempersiapkan perang yang lebih luas,” ucapnya, menyentil keterlibatan aktif Inggris dan Prancis melalui dukungan militer kepada Kyiv.
Menurutnya, ketakutan Barat terhadap bangkitnya kekuatan alternatif seperti Rusia dan China telah memicu reaksi konfrontatif global. Ini bukan sekadar benturan geopolitik, tapi konflik eksistensial: antara globalisme yang hegemonik dan kekuatan baru yang menolak tunduk.
"Globalisme tidak mentolerir alternatif," kata Trenin.
Apakah Rusia akan serang dengan nuklir?
Dalam bagian paling mencemaskan dari analisisnya, Trenin menyebut Rusia harus siap melakukan serangan preemptif, termasuk opsi senjata nuklir, jika eskalasi tak bisa dicegah.
"Pencegahan harus aktif. Jika perlu, kita harus siap menggunakan cara khusus dengan kesadaran penuh akan konsekuensinya."
Pernyataannya mengandung sinyal bahwa nuklir bukan lagi tabu dalam narasi pertahanan Rusia. Terutama jika tekanan terus datang dari NATO tanpa ruang negosiasi.
Trenin menyerukan mobilisasi nasional yang cerdas—teknologi, ekonomi, demografi, dan kemitraan strategis seperti Belarus dan Korea Utara. Bahkan, ia menyebut kerapuhan internal Uni Eropa sebagai celah strategis yang bisa dimanfaatkan Rusia.
Ia juga mengamati peluang baru jika Donald Trump kembali ke Gedung Putih, yang bisa meredakan tekanan langsung dari Amerika Serikat. Namun ia menegaskan bahwa “kebijakan luar negeri AS tetap konfrontatif secara struktural.”
Bagi Trenin, kemenangan tidak diukur dari peta. Tapi dari kemampuan menggagalkan rencana musuh, mengontrol narasi global, dan menanamkan rasa gentar tanpa peluru pun ditembakkan.
"Waktu untuk ilusi telah berakhir. Kita berada dalam perang dunia. Satu-satunya jalan ke depan adalah melalui tindakan yang berani dan strategis."***