Macron Memilih Sebastien Lecornu Sebagai Perdana Menteri Prancis untuk Menghadapi Krisis Politik dan Ekonomi

PARIS, Media Harian Digital - Presiden Prancis Emmanuel Macron menunjuk Menteri Pertahanan Sebastien Lecornu sebagai perdana menteri baru menggantikan Francois Bayrou yang mundur setelah sembilan bulan menjabat.

Penunjukan ini diumumkan pada Selasa (9/9/2025), sehari setelah Bayrou mengajukan pengunduran diri setelah kalah dalam mosi tidak percaya di parlemen.

Bayrou sebelumnya gagal memenuhi janji utamanya, yaitu mengatasi defisit anggaran yang semakin membesar.

Dalam pidato terakhirnya, Bayrou memperingatkan bahwa kejatuhannya tidak langsung menyelesaikan masalah negara.

"Anda memiliki kekuatan untuk menjatuhkan pemerintah, tetapi Anda tidak memiliki kekuatan untuk menghapus kenyataan. Kenyataan akan tetap tak kenal ampun, pengeluaran akan terus meningkat, dan beban utang, yang sudah tak tertahankan, akan semakin berat dan mahal," katanya, dikutip dariCNNpada Rabu (10/9/2025).

Tantangan Lecornu

Lecornu (39) kini menghadapi dua tantangan besar, yaitu mengatasi krisis keuangan Prancis sekaligus menjaga stabilitas politik di tengah gelombang protes.

Demonstrasi nasional dan penutupan jalan dijadwalkan berlangsung pada Rabu (10/9/2025). Serikat pekerja juga merencanakan untuk mengadakan aksi mogok besar-besaran pada 18 September mendatang.

Kantor Kepresidenan Prancis menyebut Macron menugaskan Lecornu untuk berkoordinasi dengan berbagai kekuatan politik di parlemen.

Tujuannya adalah membangun konsensus agar anggaran 2026 dapat disahkan dan keputusan penting lainnya dapat dijalankan dalam beberapa bulan mendatang.

Krisis politik dimulai dari pemilu mendadak

Kekacauan politik di Prancis berasal dari keputusan Macron untuk mengadakan pemilu legislatif darurat pada 2024.

Langkah tersebut diambil setelah partai sayap kanan National Rally (RN) meraih kemenangan besar dalam pemilu Eropa. Namun, strategi Macron berbalik arah. Blok sentris yang ia pimpin kehilangan banyak kursi, sementara kubu kanan ekstrem dan kiri semakin menguat.

Kondisi ini membuat parlemen Prancis terpecah dan sulit diatur.

Sejak terpilih pada 2017 tanpa dukungan partai tradisional, Macron telah mengubah lanskap politik Prancis.

Ia terpilih kembali pada 2022, tetapi kehilangan mayoritas di parlemen. Pemerintahannya menjadi rapuh, seringkali mengandalkan Pasal 49.3 konstitusi untuk menyetujui undang-undang tanpa pemungutan suara, yang memicu kemarahan oposisi.

Pada pemilu 2024, kubu kiri memenangkan jumlah kursi terbanyak di putaran kedua, tetapi tetap tidak mencapai mayoritas. Upaya mereka membentuk pemerintahan minoritas gagal setelah Macron menolak calon perdana menteri yang diajukan.

Peluang dan tantangan

Pemilihan Lecornu, menteri termuda yang bertahan sejak era pertama Macron, dianggap penuh risiko.

Sebagai tokoh yang lebih condong ke kanan, dia diperkirakan akan kesulitan melakukan kompromi dengan kubu Sosialis, yang menginginkan pajak baru bagi orang kaya dan pembatalan pemotongan pajak untuk bisnis.

Meski begitu, baik kubu kiri maupun kanan sama-sama tidak menginginkan pemilu cepat yang dapat membuka jalan bagi kebangkitan ekstrem kanan Marine Le Pen. Faktor inilah yang dinilai memberi Lecornu sedikit ruang untuk bernegosiasi.

Lebih baru Lebih lama