![[IMAGE: Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria menjelaskan regulasi satu akun media sosial]](https://asset.kompas.com/crops/SYhlvGlTxLj1i6RuVWIS6Y6rfnc=/42x0:775x489/750x500/data/photo/2024/04/30/6630671ea61d5.jpg)
Wamenkomdigi Jelaskan Tujuan Regulasi Satu Orang Satu Akun Media Sosial
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria kembali menegaskan bahwa usulan regulasi satu orang hanya boleh memiliki satu akun media sosial (medsos) bukanlah untuk membatasi kebebasan berekspresi. Ia menekankan bahwa tujuan utama dari wacana tersebut adalah untuk memperkuat tata kelola data melalui sistem Single ID atau Digital ID.
Nezar menyampaikan pernyataannya saat berbicara di Gedung Magister Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, Yogyakarta, Kamis (18/9/2025). Menurutnya, masyarakat tetap diperbolehkan memiliki lebih dari satu akun medsos selama terverifikasi dengan identitas digital. "Kalau misalnya Single ID dan Digital ID ini bisa diterapkan, sebetulnya enggak masalah dia mau punya akun medsos satu atau dua atau tiga, sepanjang autentikasi dan verifikasinya itu bisa dilakukan," ujarnya.
Ia juga mengklarifikasi bahwa usulan DPR tentang satu orang satu akun medsos tidak berkaitan langsung dengan pembatasan kebebasan berekspresi. "Tidak ada pembatasan kebebasan berekspresi di sini. Ini hanya untuk memitigasi dari seluruh risiko kalau ada konten-konten negatif," tambahnya.
Program Single ID dan Digital ID
Nezar menjelaskan bahwa konsep Single ID bukanlah hal baru. Program ini sudah dicanangkan melalui kebijakan Satu Data Indonesia, Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), dan Permendagri tentang Identitas Kependudukan Digital (IKD).
Tujuan dari program ini adalah untuk memperkuat sistem autentikasi kependudukan, sehingga setiap akun digital bisa dipertanggungjawabkan pemiliknya. "Yang kita inginkan adalah ruang digital yang aman dan bertanggung jawab buat publik sehingga dia bisa lebih banyak membawa manfaat," jelas Nezar.
Pada Januari 2025 lalu, Presiden RI Prabowo Subianto memberikan lampu hijau untuk memprioritaskan pembuatan Digital Single ID sesegera mungkin. Wakil Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Mari Elka Pangestu, menyebutkan bahwa program ini akan membantu pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) pada tahun 2030.
Kajian Terkait Penggunaan Nomor Ponsel
Menurut Nezar, pihak Kementerian Komunikasi dan Digital sedang melakukan kajian terkait usulan satu akun satu nomor ponsel. Ia menyatakan bahwa kebijakan ini ditujukan untuk mengurangi penyebaran hoaks, ujaran kebencian, serta praktik scamming di dunia maya.
"Kita lagi review itu karena terkait juga dengan program Satu Data Indonesia," ujar Nezar saat diwawancarai di Jakarta, Senin (14/9/2025). Ia menambahkan bahwa pihaknya juga sedang mempertimbangkan masyarakat yang memiliki lebih dari satu nomor ponsel.
"Kita lagi kaji sekian opsi yang intinya adalah untuk semakin memperkecil upaya-upaya scamming di dunia online kita dan juga untuk memudahkan pengawasan kita terhadap misinformasi, hoaks, dan lain-lain," katanya.
Pandangan dari DPR
Usulan satu orang satu akun medsos juga mendapat dukungan dari anggota DPR. Bambang Haryadi, Sekretaris Fraksi Partai Gerindra DPR RI, sempat mengusulkan kebijakan serupa. Ia mengatakan bahwa sistem ini mirip dengan yang diterapkan di Swiss, di mana satu warga negara hanya memiliki satu nomor telepon yang terintegrasi dengan berbagai fasilitas pemerintah dan media sosial.
"Kami belajar dari Swiss misalnya kan, satu warga negara hanya punya satu nomor telepon, karena nomer telepon tersebut terintegrasi dengan fasilitas bantuan pemerintah, media sosial dan lain lain," ujarnya.
Bambang menyoroti pentingnya pertanggungjawaban informasi yang disampaikan di medsos. Ia menilai maraknya akun anonim dan buzzer di platform digital menjadi ancaman bagi masyarakat.
Penutup
Regulasi satu orang satu akun media sosial masih dalam tahap kajian dan belum ada keputusan final. Namun, usulan ini menunjukkan upaya pemerintah untuk menciptakan lingkungan digital yang lebih aman dan bertanggung jawab. Dengan pendekatan yang tepat, harapan besar terletak pada kemampuan pemerintah untuk menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan perlindungan data pribadi.