Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menandatangani perintah langsung untuk mengakhiri sanksi yang dijatuhkan negaranya terhadap Suriah pada Senin (30/6).
Mengutip Reuters, penandatanganan perintah ini juga menandakan komitmen AS untuk membantu pembangunan negara tersebut yang porak-poranda karena perang saudara yang berkepanjangan.
"Langkah ini akan memungkinkan AS untuk mempertahankan sanksi terhadap mantan presiden Suriah Bashar al-Assad, rekan-rekannya, pelanggar hak asasi manusia, pengedar narkoba, orang-orang yang terkait dengan aktivitas senjata kimia, afiliasi ISIS dan ISIS, serta proksi Iran," ujar Juru Bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, dikutip Selasa (1/7).
Menyambut keputusan ini, Menteri Luar Negeri Suriah, Asaad al-Shibani mengatakan upaya AS ini akan membantu pemulihan ekonomi dan membuka pintu lebih lebar kepada komunitas internasional untuk bekerja sama dengan negaranya.
"Ini akan mengangkat semua rintangannya," ujarnya.
Untuk diketahui pengangkatan sanksi ini sudah direncanakan AS sejak bulan Mei lalu ketika Trump bertemu dengan pemimpin rezim baru Suriah, Presiden Ahmed al-Sharaa di Riyad, Arab Saudi.
Meski tak semua di Kongres AS mendukung upaya Trump ini, Gedung Putih merasa tindakan ini perlu dilakukan menyusul pencabutan sanksi yang terlebih dahulu dilakukan negara-negara di Benua Eropa usia Suriah tidak dipimpin Bashar al-Assad.
“Suriah perlu diberi kesempatan, dan itulah yang terjadi,” kata Utusan Khusus AS untuk Suriah, Thomas Barrack.
Kendati demikian Gedung Putih akan tetap memantau penuh progres pemulihan dan perkembangan rezim Suriah saat ini, terutama untuk hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan nasional AS di Timur Tengah.
"[Seperti] Mengambil langkah konkret menuju normalisasi hubungan dengan Israel, menangani teroris asing, mendeportasi teroris Palestina, dan melarang kelompok teroris Palestina," sambungnya.
Sanksi-sanksi AS di Suriah

Amerika Serikat telah memberlakukan berbagai lapisan sanksi terhadap Suriah sejak pecahnya perang saudara pada 2011, yang terutama menyasar pemerintahan Presiden Bashar al-Assad dan sejumlah tokoh kunci lainnya.
Sanksi ini diperkuat melalui legislasi seperti Caesar Act, yang membatasi kerja sama ekonomi dan investasi dengan Suriah. Namun, dalam beberapa bulan terakhir, pemerintahan Trump mulai melonggarkan sebagian dari kebijakan tersebut, termasuk mencabut status darurat nasional yang telah berlaku sejak 2004 dan menerbitkan lisensi umum untuk mengizinkan transaksi dengan pemerintah sementara Suriah, bank sentral, dan badan usaha milik negara.
Langkah ini memunculkan harapan akan meningkatnya keterlibatan organisasi kemanusiaan serta masuknya investasi asing dalam upaya rekonstruksi negara itu.
Meski demikian, menurut investigasi Reuters, belum ada kejelasan apakah sanksi terhadap kelompok-kelompok yang disebut terlibat dalam pembantaian 1.500 warga Alawi Suriah pada Maret lalu juga ikut dicabut.