Perang Sekolah di Jawa Barat: Gubernur Dedi Mulyadi Diperiksa Hari Ini!

– Ruang sidang Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung menjadi arena pertarungan kebijakan pendidikan paling krusial di Jawa Barat hari ini, Kamis (7/8/2025). Delapan organisasi sekolah swasta secara resmi menggugat Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, atas kebijakannya menambah kelas dan kuota siswa di sekolah negeri.

Gugatan ini menjadi puncak keresahan sekolah swasta yang mengaku "sekarat" akibat kebijakan tersebut. Di sisi lain, Gubernur Dedi Mulyadi berdiri teguh dengan argumen bahwa ia hanya menjalankan tanggung jawab konstitusional negara yang menurutnya telah lama terabaikan. Sidang perdana yang digelar hari ini akan memulai babak baru dalam perdebatan fundamental tentang peran negara versus swasta dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

Suara Keresahan dari Sekolah Swasta: Terancam Gulung Tikar

Gugatan ini bukan langkah main-main. Di belakangnya berdiri kekuatan besar yang terdiri dari Forum Kepala Sekolah se-Jabar hingga Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) dari berbagai daerah. Mereka menargetkan Keputusan Gubernur Jawa Barat yang terbit pada 26 Juni lalu sebagai biang keladi anjloknya jumlah siswa baru di sekolah mereka.

Menurut para penggugat, kebijakan penambahan rombongan belajar (rombel) secara masif di sekolah negeri telah memukul telak kelangsungan hidup sekolah swasta. Selama bertahun-tahun, sekolah swasta telah menjadi katup pengaman, menampung jutaan siswa yang tidak tertampung di sekolah negeri yang terbatas. Kini, saat pemerintah berekspansi, mereka merasa ditinggalkan dan terancam gulung tikar.

Kekhawatiran ini nyata. Di berbagai daerah, terutama di wilayah dengan dominasi sekolah negeri, banyak sekolah swasta melaporkan penurunan drastis pendaftar, membuat operasional mereka terancam dan masa depan para guru menjadi tidak menentu.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat, melalui Sekretaris Daerah Herman Suryatman, menyatakan sikapnya. “Gugatan ke PTUN kami hormati dan juga kami akan mempersiapkan menghadapi gugatan dengan sebaik-baiknya,” katanya, menunjukkan kesiapan untuk bertarung secara hukum.

Jawaban Tegas Gubernur Dedi Mulyadi: "Ini Tanggung Jawab Pemerintah"

Menanggapi gugatan yang dilayangkan kepadanya, Gubernur Dedi Mulyadi justru melihatnya dari sudut pandang yang berbeda. Ia menganggap gugatan ini sebagai bagian dari koreksi dan dinamika dalam demokrasi. Namun, ia tak goyah sedikit pun dari prinsip kebijakannya.

"Tujuan kita semua kan sebenarnya satu, yakni ingin anak-anak di Jawa Barat seluruhnya bisa sekolah," ungkap Dedi di Bandung, Kamis (7/8/2025).

Koreksi Atas Kelalaian Masa Lalu

Dedi Mulyadi membeberkan data yang mengejutkan untuk mendukung argumennya bahwa negara selama ini terlambat dalam menyediakan fasilitas pendidikan yang layak. Ia menyoroti minimnya perhatian pada infrastruktur sekolah negeri di masa lalu.

"Saya contohkan, pada APBD 2025, sebelum saya melakukan pergeseran anggaran, alokasi untuk rehabilitasi sekolah itu nol," ujar Dedi dengan tegas. "Saya kemudian melakukan pergeseran, sehingga ada anggaran Rp360 miliar untuk rehab sekolah. Sementara pada APBD Perubahan nanti, ada anggaran untuk itu mencapai hampir Rp450 miliar."

Bagi Dedi, angka ini adalah bukti komitmennya untuk memenuhi hak dasar warga. "Pemerintah itu memiliki tanggung jawab untuk menyiapkan sekolah bagi anak-anak," tambahnya.

Analisis Tajam Soal SaturasI Pasar

Lebih lanjut, Gubernur Dedi Mulyadi menyajikan data tandingan yang mempertanyakan narasi sekolah swasta. Menurutnya, masalah "rebutan murid" juga disebabkan oleh menjamurnya sekolah swasta baru tanpa perencanaan yang matang.

"Dari tahun ke tahun jumlah siswa di sekolah swasta mengalami penurunan. Sebaliknya, jumlah sekolah swasta justru mengalami penambahan," katanya. "Pada 2025 saja, ada 67 sekolah baru yang berdiri di Jawa Barat. Keberadaan mereka pasti membutuhkan siswa."

Fenomena ini, menurutnya, menciptakan sebuah paradoks, di mana jumlah kursi yang tersedia jauh melebihi jumlah siswa yang ada, memicu persaingan tidak sehat.

Solusi Jangka Panjang: Tata Ulang Pendirian Sekolah

Berdasarkan analisisnya, Dedi Mulyadi menawarkan solusi yang lebih fundamental dan jangka panjang. Ia mendorong agar pendirian sekolah baru, baik negeri maupun swasta, harus didahului oleh analisis kebutuhan wilayah yang cermat.

"Jangan sampai terjadi penumpukan hanya di suatu wilayah saja. Jadinya kan rebutan siswa," tegasnya.

Ia memimpikan sebuah ekosistem pendidikan yang sehat, di mana sekolah tidak lagi berebut murid, melainkan murid yang memiliki banyak pilihan sekolah berkualitas. "Bukan siswa yang rebutan sekolah, tapi sekolah yang rebutan murid. Ini harus dikoreksi," pungkasnya.

Kini, bola panas berada di tangan para hakim PTUN Bandung. Keputusan mereka tidak hanya akan menentukan nasib satu kebijakan, tetapi juga akan menjadi preseden penting bagi arah dan keseimbangan ekosistem pendidikan di Jawa Barat dan bahkan mungkin di seluruh Indonesia.***

Lebih baru Lebih lama