Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengkritik kebijakan pemerintah yang membatasi kenaikan impor bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi. Aturan tersebut dinilai berpotensi menciptakan ketidakseimbangan dalam pasar energi dan mengurangi pilihan konsumen.
Aturan ini diatur dalam Surat Edaran Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor T-19/MG.05/WM.M/2025 yang membatasi peningkatan impor maksimal sebesar 10% dari volume penjualan tahun 2024. KPPU menyatakan bahwa kebijakan ini dapat berdampak langsung pada operasional badan usaha swasta yang selama ini bergantung pada pasokan impor.
“Pembatasan pasokan BBM nonsubsidi menyebabkan pilihan konsumen semakin berkurang, sekaligus memperkuat dominasi Pertamina di pasar,” tulis KPPU dalam keterangan resmi, Kamis (18/9/2025).
Menurut data KPPU, tambahan impor untuk badan usaha swasta hanya berkisar antara 7.000 hingga 44.000 kiloliter. Jumlah ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan Pertamina Patra Niaga yang mendapat tambahan hingga 613.000 kiloliter. Saat ini, pangsa pasar Pertamina di segmen BBM nonsubsidi mencapai 92,5%, sedangkan badan usaha swasta hanya 1%–3%.
Dari sisi persaingan usaha, KPPU menilai kebijakan ini bersinggungan dengan indikator dalam Daftar Periksa Kebijakan Persaingan Usaha (DPKPU), seperti pembatasan pasokan barang dan penunjukan pemasok tertentu. Risiko yang muncul antara lain pembatasan pasar, diskriminasi harga dan pasokan, serta inefisiensi akibat terbatasnya pemanfaatan infrastruktur swasta.
“Kebijakan satu pintu impor melalui Pertamina bisa memberikan sinyal negatif bagi iklim investasi,” tulis KPPU.
Kementerian ESDM dan Pertamina membantah dugaan monopoli. Direktur Jenderal Migas Laode Sulaeman menegaskan bahwa pihaknya telah memberikan tambahan kuota impor BBM sebesar 10% kepada SPBU swasta pada tahun 2025 dibandingkan tahun sebelumnya. “Sejauh ini, Kementerian ESDM telah memberikan tambahan kuota impor BBM sebesar 10% kepada SPBU swasta pada tahun 2025 dibandingkan tahun sebelumnya,” ujarnya.
Direktur Utama Pertamina Simon Aloysius Mantiri juga menegaskan tidak ada praktik monopoli dalam bisnis BBM nonsubsidi. “Untuk yang swasta alokasinya juga sudah sesuai permintaan,” kata Simon.
Meski demikian, KPPU tetap memperingatkan pentingnya menjaga keseimbangan persaingan usaha. Mereka menilai kebijakan yang dikeluarkan harus mempertimbangkan stabilitas energi, efisiensi pasar, serta keberlanjutan iklim investasi.