
Pengalihan Aset untuk Stabilisasi Keuangan Kimia Farma
PT Kimia Farma Tbk (KAEF) mengumumkan rencana pengalihan aset senilai total Rp 2,1 triliun. Aset yang dijual terdiri dari satu bangunan di Cikarang, Jawa Barat, dengan nilai sebesar Rp 347 miliar dan 37 aset lainnya bernilai Rp 1,8 triliun. Langkah ini dilakukan sebagai bagian dari strategi perusahaan dalam menjaga stabilitas keuangan dan meningkatkan efisiensi operasional.
Dalam keterbukaan informasi yang diterbitkan di Bursa Efek Indonesia, manajemen KAEF menyatakan bahwa salah satu transaksi pengalihan aset berasal dari pihak afiliasi, yaitu PT Bio Farma, yang mengambil alih aset di Cikarang. Sementara itu, sisa aset akan dialihkan melalui skema penawaran umum atau lelang oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Jika lelang tidak berhasil, perusahaan akan mempertimbangkan penawaran terbatas hingga penunjukan langsung.
Hasil penjualan aset Cikarang sebesar Rp 347 miliar akan digunakan untuk beberapa tujuan utama. Diantaranya adalah penyelesaian utang dagang dan pembayaran utang, pemenuhan kebutuhan pembayaran terkait regulasi, serta pendukung operasional inti yang berdampak langsung pada produksi dan penjualan. Sementara itu, hasil dari penjualan 37 aset lainnya senilai Rp 1,8 triliun akan dialokasikan secara merata, yaitu 50 persen untuk kewajiban mandatory prepayment atas fasilitas pembiayaan tranche B, dan 50 persen untuk modal kerja, pembayaran utang, serta kebutuhan lainnya.
Corporate Secretary Kimia Farma, Ganti Winarno Putro, menyampaikan bahwa perusahaan akan meminta persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 3 November 2025 untuk melaksanakan aksi korporasi ini. Menurutnya, saat ini Kimia Farma sedang menghadapi tantangan dalam pengelolaan modal kerja, terutama dalam menjaga keseimbangan antara likuiditas dan profitabilitas. Meskipun telah melakukan pengelolaan modal kerja, kenaikan suku bunga pinjaman menjadi tantangan besar bagi perusahaan.
Untuk menghadapi tantangan tersebut, Ganti menegaskan bahwa Kimia Farma sedang menjalankan Rencana Restrukturisasi Perusahaan (RRP) dengan tujuan mendukung stabilitas keuangan dan pertumbuhan bisnis. Salah satu strategi utama dalam RRP adalah pengalihan aset berupa tanah dan bangunan.
Dalam laporan semester I 2025, Kimia Farma mencatatkan rugi sebesar Rp 135 miliar, yang merupakan penurunan dibandingkan kerugian sebesar Rp 312 miliar pada periode yang sama tahun lalu. Namun, penjualan bersih perusahaan mencapai Rp 4,3 triliun, dengan kontribusi dari pihak ketiga sebesar Rp 3,8 triliun dan pihak berelasi sebesar Rp 452 miliar.
Penjualan luar negeri juga mencatatkan angka yang cukup signifikan, terutama dari produk garam kina dan essential oil sebesar Rp 63 miliar, serta obat dan alat kesehatan sebesar Rp 316 juta. Beban pokok penjualan perusahaan turun dari Rp 3,6 triliun menjadi Rp 2,8 triliun sepanjang Januari-Juni 2025. Sementara beban usaha tercatat sebesar Rp 1,4 triliun, yang lebih rendah dibandingkan Rp 1,7 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Secara keseluruhan, jumlah liabilitas Kimia Farma saat ini mencapai Rp 11,6 triliun dengan ekuitas sebesar Rp 14,9 triliun. Sementara itu, aset perusahaan hingga 30 Juni 2025 mencapai Rp 14,9 triliun. Angka-angka ini menunjukkan bahwa perusahaan sedang menjalani proses penyesuaian keuangan yang komprehensif untuk memperkuat posisi bisnisnya di tengah tantangan pasar yang dinamis.