Detail Penyerangan Intan Jaya Dikonfirmasi Lembaga HAM Eropa

Lembaga HAM yang berpusat di Eropa, Human Rights Monitor (HRM) merilis laporan awal mengenai serangan yang dilakukan TNI di Kampung Soanggama, Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, Papua Tengah, pada 15 Oktober 2025. Mereka menyatakan bahwa warga sipil juga menjadi korban dalam operasi tersebut.

Berdasarkan HRM, laporan awal lapangan menyebutkan bahwa TNI melakukan penggerebekan terhadap Kampung Soanggama pada 15 Oktober menjelang pagi. "Menurut laporan media dan sumber lokal, anggota militer melakukan penyisiran dari rumah ke rumah serta melepaskan tembakan yang tidak terkendali, sehingga mengakibatkan 15 korban jiwa," demikian isi laporan yang dirilis pada Senin.

Empat belas penduduk asli Papua dilaporkan ditembak mati di lokasi, dan seorang wanita tua yang kabur ke Sungai Hiabu tenggelam. “Sumber masyarakat mengatakan tentara memakamkan sebagian besar jenazah, dengan empat jenazah lainnya yang hilang.”

Berdasarkan informasi dari HRM, kejadian tersebut menyebabkan pengungsian sebanyak 145 warga dari daerah Soanggama, Janamba, dan Kulapa. Setelah peristiwa itu, perwakilan militer menyatakan bahwa 14 anggota Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) tewas dalam pertempuran.

Berdasarkan keterangan sumber lokal dan anggota tim mediasi konflik Intan Jaya yang mengunjungi lokasi setelah kejadian, personel TNI nonorganik (Den 1 dan Den 4 Satgas Rajawali; Yonif 50/S dan Yonif 712/WT) memulai operasi sekitar pukul 03.00 WIB di wilayah Nduni Ndugupa/Soanggama, yang berakhir dengan penangkapan dan eksekusi terhadap sedikitnya 10 orang di seluruh Nduni Ndugupa, Soanggama, dan Dugibugate.

Warga mengungsi dari Desa Soanggama, Kecamatan Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya setelah terjadi serangan pada 15 Oktober 2025.

Beberapa jenazah dilaporkan dikuburkan oleh aparat TNI di berbagai lokasi, termasuk di depan gereja Protestan dan di sekitar dusun Soanggama. Anggota tim mediasi mengungkapkan keterbatasan akses dalam memulihkan dan mengidentifikasi seluruh jenazah.

Anggota militer mengakui menemukan senjata api buatan sendiri, empat senapan angin, berbagai jenis amunisi, alat optik, perangkat komunikasi, serta bendera Bintang Kejora. Namun informasi lain menyebutkan bahwa barang yang disita terdiri dari parang, kapak, busur dan panah, serta senapan angin. TNI mengatakan bahwa pasukan bertindak ke desa untuk "membebaskan penduduk" dari kehadiran besar-besaran TPNPB yang tidak diinginkan di wilayah tersebut.

Para pemimpin gereja setempat dan tokoh masyarakat segera menyangkal narasi resmi yang beredar. Tim Mediasi Konflik Intan Jaya menyampaikan bahwa tidak semua 15 korban terkait dengan TPNPB, serta mengungkap setidaknya sembilan warga sipil, termasuk seorang pria tuna rungu dan seorang ibu rumah tangga yang tewas saat sedang melarikan diri.

Setelah operasi militer, sebanyak 145 orang yang dilaporkan terdiri dari 68 perempuan, 38 laki-laki, dan 39 anak-anak, dikabarkan kabur ke Hitadipa dan mencari perlindungan darurat dengan akses yang terbatas terhadap makanan, air, serta layanan kesehatan. Gereja-gereja dan pengamat hak asasi manusia meminta agar akses serta perlindungan kemanusiaan diberikan kepada para pengungsi internal.

Komentar Dansatgas Media Koops Habema Letkol Inf Iwan Dwi Prihartono mengenai serangan di Intan Jaya, 15 Oktober 2025.

Jika terbukti, menurut HRM, "laporan mengenai penggunaan kekuatan mematikan yang tidak selektif terhadap warga yang sedang tertidur, eksekusi tiba-tiba, penguburan rahasia, serta penyitaan alat-alat penunjang kehidupan bisa menyebabkan tindakan eksekusi di luar proses hukum dan pelanggaran berat terhadap hak untuk hidup sesuai dengan hukum hak asasi manusia internasional (ICCPR, Pasal 6)."

Selain itu, terjadi pula pelanggaran terhadap Hukum Humaniter Internasional yang berlaku dalam konflik bersenjata noninternasional, khususnya prinsip pemisahan (warga sipil tidak boleh menjadi target) serta proporsionalitas (tidak menggunakan kekuatan berlebihan terhadap warga sipil) dalam suatu serangan. Penguburan jenazah yang dilaporkan tanpa partisipasi keluarga menghambat proses identifikasi dan melanggar penghormatan terhadap orang yang meninggal serta hak keluarga atas kebenaran dan pemulihan.

Kritik dan permintaan Komnas HAM agar menghentikan kekerasan serta meninjau kembali strategi keamanan menegaskan tanggung jawab negara dalam mencegah pembunuhan ilegal, memastikan pertanggungjawaban, dan menyelenggarakan penyelidikan yang adil. Cerita-cerita korban yang beragam semakin menunjukkan pentingnya mekanisme pencarian fakta yang independen dan dapat dipercaya serta akses yang tidak terbatas.

Sekurang-kurangnya 145 orang pengungsi internal, termasuk anak-anak, yang berpindah ke Hitadipa menunjukkan adanya kebutuhan perlindungan mendesak dan kemungkinan pelanggaran terhadap larangan pemindahan paksa tanpa alasan militer yang sah.

Sebelumnya, Dansatgas Media Koopas Habema Letnan Kolonel (Letkol) Iwan Dwi Prihartono melalui pernyataan resmi yang diterima MediaHarianDigital, Jumat (17/10/2025), menyampaikan bahwa Kampung Soanggama sebelumnya diketahui sebagai salah satu tempat berkumpulnya kelompok separatis OPM.

Berdasarkan perhitungan TNI, sekitar 30 anggota OPM berada di kampung tersebut. Selama ini TNI menerima laporan langsung dari warga yang merasa diancam oleh kehadiran kelompok separatis bersenjata tersebut.

Diketahui kelompok OPM yang menguasai kampung tersebut menyatakan diri sebagai OPM Kodap VIII/Soanggama. Operasi pengamanan pun dilakukan. Pada Selasa (14/10/2025) malam waktu setempat, Satgas Habema melakukan tindakan dengan memasuki wilayah Kampung Soanggama.

"Diketahui sekitar 30 anggota OPM yang sudah lama menguasai Kampung Soanggama. TNI melakukan pergerakan ke wilayah tersebut guna membantu warga agar terlepas dari tekanan kelompok bersenjata OPM," ujar Letkol Iwan.

Tim Penanggulangan Bencana Habema saat melakukan evakuasi penduduk di Kampung Soanggama, Distrik Homeyo, Intan Jaya, Papua Tengah pada 15 Oktober 2025.

Pada hari Rabu (15/10/2025) pagi, Satgas Habema mengalami pertemuan tembak dengan kelompok separatis bersenjata. Pertemuan tembak terjadi karena OPM mengetahui pergerakan pasukan Habema sehingga melakukan serangan.

"Dan dalam kontak tembak tersebut, TNI terpaksa mengambil tindakan yang tegas dan proporsional sesuai dengan prosedur perang," ujar Letkol Iwan.

Pertemuan tembak menembak berlangsung cukup lama. Hingga sekitar siang hari, dari pertemuan tembak yang terjadi, Satgas Habema berhasil mengatasi situasi dan menguasai lokasi.

"Pada sekitar pukul 12 siang, situasi berhasil dikendalikan dan kelompok OPM berhasil diperlambat," kata Letkol Iwan.

Satgas Habema juga melakukan pemeriksaan sekeliling untuk memastikan kondisi keamanan wilayah yang menjadi tempat pertempuran dan kontak tembak. "Dan dari pemeriksaan setelah kontak tembak tersebut, TNI menemukan 14 anggota OPM yang meninggal," kata Letkol Iwan.

Berdasarkan identifikasi para korban, Letkol Iwan menyebutkan beberapa di antaranya adalah pejabat tinggi OPM Kodap VIII/Soanggama. Dari 14 anggota OPM yang gugur, menurut Letkol Iwan, salah satunya adalah Agus Kogoya yang menjabat sebagai Kepala Staf Operasi Kodap VIII/Soanggama.

Seorang lagi yang diketahui tewas adalah Ipe Kogoya, saudara kandung dari Panglima Kodap VIII/Soanggama. Sementara yang lainnya, yakni Zakaria Kogoya, yang selama ini dicari oleh TNI karena diduga sebagai pelaku penembakan anggota TNI di Mamba Bawah dan Gamagai. Selain itu, kata Letkol Iwan, mereka merupakan anggota atau pendukung OPM Soanggama.

"Sementara anggota OPM lainnya, Satgas Habema masih melanjutkan pengejaran," kata Letkol Iwan.

Dari pertempuran tersebut, Desa Soanggama yang dikatakan oleh Letkol Iwan berhasil dikuasai dan terlepas dari OPM. Selain itu, dalam operasi tersebut, Satgas Habema menemukan beberapa barang bukti yang selama ini digunakan oleh OPM Soanggama dalam melakukan tindakan-tindakan separatis.

Beberapa di antaranya ditemukan satu senjata api buatan sendiri dan empat senapan angin, beserta berbagai jenis amunisi dengan ukuran berbeda. Satgas Habema juga menemukan bukti-bukti lain berupa peta struktur Kodap VIII/Soanggama.

"Setelah tindakan tersebut, kondisi di Kampung Soanggama berada dalam status aman dan kondusif," kata Letkol Iwan.

TNI, menurutnya, telah membangun Pos Taktis TNI di Desa Soanggama sebagai wujud upaya menjaga keamanan masyarakat di kawasan tersebut.

Lebih baru Lebih lama